Posted by : Sara Amijaya Friday 23 September 2011

Sudah mahfum, jika di Negara kita ini Idul Fitri seringkali tidak dirayakan secara serentak.  Mengapa harus berbeda???? Itu tanyaku dan mungkin tanyamu juga. Apapun dasarnya yang pasti kemegahan dan kemeriahan idul fitri terasa tak afdol sejak dirayakan pada hari berbeda.


Tahun-tahun sebelumnya, aku merayakan idul fitri hanya bersama suami dan anak-anakku, maklumlah kami tinggal di perantauan jauh dari sanak keluarga. Saat itu perbedaan perayaan idul fitri tidak terlalu menggangguku,karena silaturrahim hanya terjalin lewat telephone dan kartu-kartu lebaran. Ya…meski pada dasarnya bukan hanya aku, tapi seluruh rakyat di Negeri ini berharap agar perbedaan-perbedaan itu bisa segera di atasi sehingga hari kemenangan akan kembali menemukan makna kemegahannya.

Namun tahun ini berbeda, Sejak menikah 5 tahun lalu, tahun ini merupakan tahun pertama aku merayakan idul fitri bersama keluarga besarku, orang tua, kakek, nenek, paman, bibi, dan juga saudara-saudara kandungku.  Besar harapanku tahun ini tak ada lagi perbedaan-perbedaan ketika merayakannya.  Pada awalnya aku merasa hampir yakin, keinginanku akan terwujud, jadilah jauh-jauh hari kami sudah mempersiapkan jamuan yang cukup waah untuk merayakan hari kemenangan sekaligus merayakan berkumpulnya keluarga besar kami.  Bahkan disela-sela jadwal kantor yang tetap padat aku menyempatkan diri membuat aneka kue-kue yang seyogyanya akan kami santap bersama ketika merayakan hari kemenangan itu.

Namun, tampaknya taqdir berkata lain, ketika kami yakin malam itu adalah malam kemenangan, pemerintah menetapkan lain. Jadilah keluarga kami berpecah pendapat, ada yang tetap merayakan Idul fitri keesokan harinya termasuk aku dan suamiku, dan sebagian yang lain memilih mengikuti keputusan pemerintah bahwa Idul fitri jatuh pada hari selanjutnya. Keceriaan dan kebahagiaan malam itu surut seiring pilihan hati kami masing-masing.

Pagi itu, ketika aku, suami dan anak-anakku serta sebagian keluarga bersiap untuk sholat Ied, suasana muram meliputi kami.  Sebab tampak oleh kami saudara-saudara kami yang masih berpuasa hanya tersenyum kecut ketika kami menyantap hidangan lebaran. Tak lagi terasa sedap masakan yang sebenarnya menyedapkan pandangan itu.  Bahkan takbir yang kami gemakan seperti symponi kelabu yang mengaburkan mataku. Tak terasa air mataku mengalir, bukankah kita merayakan hari kemenangan tapi mengapa dengan begini sedihnya. Acara sungkeman kepada orang tua kamipun terasa tak lengkap, dan seolah kehilangan makna. Karena dihadiri secara tak lengkap oleh saudara-saudaraku. Kurasa demikian pula mereka, ketika harus sungkem keesokan harinya tentulah tak sama jika kami melakukannya bersama-sama seperti waktu dulu.

Meski Idul fitri kali ini tak seindah bayanganku, selalu ada makna dan hikmah yang bisa terurai dari sebuah hari kemenangan. Semoga, apapun pilihan kita dalam merayakannya tak mengurangi pahala atas setiap amal sholeh yang telah kita usahakan di hari-hari sebelumnya. Dan semoga keikhlasan hati dalam merengguk pahala terus berlanjut di hari-hari yang terus kita jalani hingga maut menjemput kita.
----------


- Copyright © Sara's Talk - Skyblue - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -