Siapa yang tahu, ada hikmah apa di balik jodoh yang telah ditetapkan Tuhan untukmu. Bahkan jika orang-orang menilai dan memprediksi segala macam hal, pada kenyataannya Tuhan tak pernah salah mengirimkan pasangan bagi setiap orang.
Dikisahkan Al A’masi sang menteri menemani Harun Ar Rasyid berkegiatan. Di tengah padang pasir ia merasa sangat kehausan. Al A’masi pun menemukan sebuah kemah. Ia bergegas ke sana, dan terkesima begitu mengetahui kemah itu dihuni oleh seorang wanita yang cantik mempesona.
Sang wanita terkejut dengan kedatangan Al A'masi.
“Aku Al A’masi, menterinya Harun Ar Rasyid. Bolehkah aku minta air?” kata Al A’masi memberitahukan keperluannya.
“Maaf, suamiku melarangku memberikan air kepada orang lain,” jawaban wanita itu membuat Al A’masi kembali menahan haus, dalam hati ia bertanya-tanya lelaki seperti apa yang melarang istrinya menolong orang lain.
“Tapi aku punya jatah makan pagi, berupa susu yang belum kuminum. Ambillah untukmu.” Lanjut wanita itu. Al A’masi bersyukur sekaligus kagum dengan kemuliaan wanita tersebut.
Tak berselang lama, seorang lelaki yang menaiki onta, terlihat mendekati kemah.
“Itu suamiku” kata wanita tersebut sambil bergegas menghampiri suaminya.
Sang suami ternyata adalah lelaki tua, hitam dan jelek. Wanita itu membantu suaminya turun dari onta, kemudian mencuci tangan dan kakinya. Laki-laki itu kemudian masuk ke dalam kemah tanpa mempedulikan dan menyapa Al A’masi. Dari dalam kemah, terdengar laki-laki itu berkata buruk kepada istrinya.
Sebelum berlalu, Al A’masi berkata kepada wanita itu “Engkau ini masih muda, cantik, dan berakhlak mulia, tetapi mengapa bergantung kepada suami seperti itu? Apakah karena hartanya? Padahal ia miskin. Apakah karena ketampanannya? Padahal ia hitam dan jelek. Apakah karena akhlaknya? Padahal akhlaknya buruk. Sungguh aku kasihan padamu”
“Aku justru kasihan kepadamu wahai Al A’masi” jawab wanita itu dengan tegas. “Bagaimana mungkin Harun Ar Rasyid memiliki menteri yang berusaha menjauhkan seorang muslimah dari suaminya. Ketahuilah, iman itu separuhnya adalah syukur dan separuhnya adalah sabar. Aku bersyukur karena Allah membimbingku dengan Islam dan memberiku kecantikan. Dan kini aku belajar bersabar dengan suami seperti yang engkau sebutkan.”
Al A’masi tak bisa berkata apa-apa. Sungguh mengagumkan wanita itu. Allah telah memuliakan akhlaknya sebagaimana Dia telah mempercantik wajahnya.
Sahabat, demikianlah cinta. Ia tak melulu penting kala kita memilih pasangan hidup. Cinta sesungguhnya adalah pada saat kita bersabar dalam mempertahankan ikatan suci pernikahan.
Tak masalah cantik ataukah buruk rupa, berharta atau tak berpunya, sesungguhnya jodoh sudah menjadi ketetapan yang tak bisa kita rubah. Dan itulah cinta saat engkau menerima semua kelebihan dan kekurangan pasanganmu.
Pasangan yang telah menikah dengan kita, kadang kita dapati tidak sesuai dengan mimpi-mimpi indah kita. Kita melihat banyak pasangan ideal yang bisa dijadikan pelajaran, seperti Adam dan Hawa, Ibrahim dan Sarah, atau Muhammad dan Khadijah. Namun jangan lupa, sejarah juga mengisahkan tentang Nuh dan istrinya yang durhaka, serta Asiyah yang beriman dan Fir'aun yang mengaku tuhan.
Maka jika kebetulan engkau si cantik rupawan yang berjodoh dengan dia yang buruk rupa lagi tak berakhlak mulia, bersyukurlah. Pahala Kesabaran sesungguhnya menantimu. Ingatlah sebuah pepatah, jika pasanganmu tak seburuk Fir'aun, mengapa engkau tak mencoba menjadi semulia Asiyah.
Tulisan ini pertama kali tayag di UC NEws pada akun Sara Amijaya dengan judul: