Search This Blog

Powered by Blogger.

Archive for September 2019

Anak Kecanduan Game, Ibu Rela Suapi di Warnet

Tak bisa dipungkiri kehadiran buah hati dalam setiap keluarga adalah anugerah yang sekaligus juga merupakan ujian. Terlebih dengan segala kemajuan teknologi hari ini yang ibarat pisau bermata dua.
Salah satunya adalah menjamurnya game online. Banyak anak yang akhirnya menjadi pecandu game, hingga berakibat buruk bagi dirinya sendiri. Tentu saja dalam kondisi ini, peran orangtua sangatlah vital.
Adalah Carlito Garcia, anak berusia 13 tahun yang kecanduan main game online. Ia menghabiskan sebagian besar waktunya di warnet dan terpaku menatap layar. Bocah ini bahkan dikeluarkan dari sekolah akibat terlalu sering membolos, dan justru menghabiskan waktunya di warnet.
Hari itu, sudah 2 hari Carlito tak pulang ke rumahnya. Sang ibu, Lilybeth Marvel, merasa khawatir dengan kondisi sang anak dan akhirnya mengunjungi putranya tersebut.
Di salah satu kafe internet di wilayah Nueva Ecija, di Filipina, beredar sebuah video singkat, yang merekam kedatangan Lilybeth ke warnet. Ia membawakan sepiring makanan dan mulai memaksa sang anak untuk membuka mulutnya, dengan telaten ibu ini menyuapi putranya. Adapun Carlito sendiri, tetap tidak bergerak dari tempatnya dan bahkan sedikitpun tak melepaskan pandangannya dari layar komputer.
Lilybeth juga memberi putranya vitamin, karena khawatir akan kondisi kesehatannya. Video ini sukses memancing beragam reaksi netizen. Ada yang merasa tersentuh karena kasih sayang Lilybeth, tapi tak sedikit yang menghujat dan mengatakan bahwa ibu ini terlalu memanjakan putranya, dan hal itu akan berakibat semakin buruk.
Mendapati hal itu Lilybeth mengungkapkan alasannya datang ke warnet membawakan sang putra sarapan dari rumah. Ia sebenarnya sudah kehabisan cara menghentikan kecanduan game putranya. Ia berharap dengan pendekatan kasih sayang, putranya bisa berubah.
"Saya sudah mencoba melarangnya untuk bermain game online, tapi itu tidak berhasil. Jadi saya menggunakan pendekatan yang lain, saya mencoba untuk menyadarkannya bahwa apapun yang terjadi dalam hidupnya, saya tetap ibunya yang mencintainya dan merawatnya," tutur Lilybeth.

'Mencegah lebih baik dari pada mengobati' hal ini sejatinya juga berlaku pada kasus serupa ini. Berilah anak-anak kita akses teknologi dengan pengawasan dan pengarahan yang tepat. Karena segala sesuatu yang dilakukan dengan berlebihan niscaya akan menjadi hal negatif yang merusak diri sendiri bahkan lingkungan sekitar.
Semoga kita menjadi orangtua yang lebih bijak dalam pengawasan pendidikan anak-anak kitadi usia belianya.
---
Sumber Referensi:
Detik.com
Tag : ,

Pria Putus Asa Minta Sang Ibu Mengakhiri Hidupnya. Jawaban Sang Ibu mengubah Segalanya

Setiap manusia pasti pernah mengalami titik terendah dalam hidupnya, dan tak jarang keputusasaan menghampiri. Sebagian orang berpikir, mengakhiri hidup adalah cara termudah keluar dari kemelut masalah.
Begitulah yang pernah dialami oleh Peter Coghlan. Di usia 21 tahun ia dikeluarkan dari angkatan Darat karena diagnosa kanker paru-paru. Setelah menjalani serangkaian pengobatan ia berhasil mengalahkan kankernya dan memulai karir baru sebagai tukang batu di Australia.
11 tahun menjadi tukang batu, di usianya yang ke-34, Peter mengalami kecelakaan kerja. Ia terjatuh dan kepalanya terbentur lempengan beton hingga mengalami cedera batang otak.
Kali ini ia didiagnosa Locked-in Syndrome. Peter lumpuh total hanya bisa menggerakkan matanya sebagai isyarat.
Pada titik terendahnya di rumah sakit, Peter sampai pada kesimpulan bahwa dia telah menjadi manusia lumpuh selama sisa hidupnya. Ia hanya bisa mengedipkan mata pada huruf-huruf alphabet untuk berkomunikasi kepada ibunya.
Dalam keputusasaannya, ia berkata melalui huruf-huruf alphabet, "Ibu aku ingin mati. Tolong bunuh aku."
Sang ibu menghela nafas, menyembunyikan kesedihannya dan dengan tegar berkata, 'Bertahanlah dan berusahalah sekuatmu. Jika kamu masih ingin mati dalam waktu tiga bulan maka aku akan membantumu entah bagaimana caranya."
Perkataan sang ibu, dengan ajaib membakar semangat Peter. Selama 6 bulan ia membangun kekuatannya kembali sedikit demi sedikit. Menggerakan jari, tangan, lengan, dan kakinya. Hingga setelah enam bulan yang melelahkan ia berhasil menendang bantal dari tempat tidurnya.
Berlahan, Peter belajar berjalan kembali. Ia kini penuh tekad untuk kembali pulih. Dan perjuangannya membuahkan hasil, ia berhasil sehat kembali dan kini menjadi penjaga bagi orang cacat.
80% dari korban sindrom terkunci bertahan dengan kondisinya, mereka tetap dalam kondisi vegetatif yang persisten. Pulihnya kondisi Peter memberi harapan pada medis untuk kepulihan pasien-pasien serupa lainnya.
Peter kemudian menulis sebuah buku "In The Blink Of An Eye: Reborn." Ia membagikan pengalamannya dan berharap bisa menyemangati orang-orang yang putus asa dalam kondisi yang pernah dialaminya dulu.
Masa-masa tersulit yang bisa dilalui akan menjadi pelajaran berharga dan mengantarkan kita pada 'kesuksesan' yang besar.
Jika Peter sudah membuktikannya, maka tentu hal serupa juga bisa dilakukan oleh orang-orang lainnya. Kita hanya perlu menguatkan tekad dan mengalahkan ketakutan terbesar yang seringnya datang dari diri sendiri.
-----
Sungguh, tidaklah Allah membebani hamba, kecuali dengan suatu beban yang mampu ditanggungnya. Saat ujian dan cobaan mendatangimu, ingatlah janji Allah bahwa setiap kesulitan pasti diiringi kemudahan.
Berimanlah atas setiap taqdir baik buruk, dan jalanilah kehidupan ini dengan satu-satunya tujuan kita diciptakan ke dunia, 'Beribadah hanya kepada-Nya'.
Bersyukurlah di saat lapang, bersabarlah di saat sulit. Niscaya semua kondisi yang menimpa seorang mukmin akan menjadi kebaikan yang berpulang bagi diri kita sendiri.

- Copyright © Sara's Talk - Skyblue - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -