Search This Blog

Powered by Blogger.

Archive for 2015

Ujungnya ilmu...

“Aqidahmu parah!!!”

*Cegluk…

wew, itu tuduhan yang nggak main-main tuh…

Tapi, anyway aku nggak akan bikin berat tulisan ini dengan membedah makna syahadat, syarat-syarat atau segala macam pembatal keislaman.

Apa sih ujungnya ilmu?

Kamu punya dalil untuk mengkafirkan orang lain?
Atau ketika kamu bisa sok yes menasehati ini itu tanpa noleh kiri kanan atas bawah?
Atau…kamu merasa jadi paling benar sedunia???

Hemm…seorang bijak pandai nan rendah hati memberitahuku “tingginya ilmu seseorang itu dilihat dari seberapa besar rasa takutnya kepada Allah” 

See??? Ni orang selain bijak pandai, beneran berilmu nih ^_^

Hal itu senadalah dengan perkataan Ibnu Mas'ud Radiyallahu anhu
,

"Cukup rasa takut kepada Allah disebut ilmu dan cukup orang yang terbuai dengan karunia Allah disebut bodoh"
 -Majmu’ Al Fatawa karya Ibnu Taimiyah, 3: 333-

Sebagai manusia yang sadar tujuan penciptaannya, sudah kewajiban kita thalabul ilmu sampai ke liang lahat. Menjadi masalah ketika dengan ilmu seujung kuku, kita dengan sok yes-nya bergaya kek ulama khibar. Sok-sokan ngeluarin fatwa, sok-sokan menilai status keislaman saudara kita yang lain – yang notabene aku, kamu, kita sama-sama nggak tahu siapa yang lebih beriman dari siapa-

Saling berfastabiqul khairat itu okeee banget….saling menasehati dalam kebaikan dan kasih sayang itu juga kereeen banget…tapi yang paling penting ilmu itu kan nggak buat ditumpuk aja yee kek koleksi barang antik…actionnya mana??? Iya…action. Setelah berlelah-lelah menuntut ilmu, seharusnya para thalabul ilmu sampai pada taraf, ilmunya itu menjelma dalam kesehariannya, dalama bahasa kerennya, amal.


So orang yang berilmu nggak perlu mentahzir orang lain untuk menunjukkan ketinggian ilmunya. Nggak perlu juga ceramah sampai berbusa-busa dan ngotot jadi makhluk paling benar sedunia. Tunjukin aja akhlak yang santun. Perbaiki aja ibadah amaliyahnya. Dakwah dengan teladan itu lebih makjleb di hati kok...^_^

For reminder kita bersama nih, orang berilmu  yang berjuang di jalan Allah itu adalah orang yang mulia n terhormat. Mereka tidak hanya dihormati kaum sendiri, tapi juga oleh pihak musuh. (Keinget kisahnya Abu Ayyub nggak?)


Nah, jika buatmu, darah seseorang itu nggak lebih berharga ketimbang bangkai di jalan. Please deh cek ulang status keislamanmu !!! Atau mungkin kamu perlu semedi, kamu nuntut ilmu sama siapa siiih???

Aku serius loh. 

Happiness is...

“Kita nggak akan bisa berbuat baik sama semua orang, sama halnya kita nggak akan sanggup menyenangkan setiap orang, meski pada dasarnya kita adalah orang yang baik hati dan menyenangkan.”


Begitu kira-kira status seorang kawan yang konon katanya menderita sebuah penyakit akibat tekanan perasaan. (Syafakillah ya saudariku…)

Yeah…this is a real life ^_^

Akan selalu ada satu dua cibiran atas semua niat baik dan ketulusan.
Akan selalu ada keraguan atas semua semangat dan kerja keras.
Dan tentu, akan selalu ada masalah atas semua kesungguhan dan perjuangan.
Memangnya apalagi yang bisa kita harapkan dari sebuah a real life –yang notabene memang tempatnya fight and struggling-?
Hidup yang penuh tawa dan kesenangan itu hanya realita ala negeri dongeng –kecuali kamu udah di surga-
Tapi hidup yang kudu fight n struggling ini nggak perlulah sampai berdarah-darah atau membuat kita menderita penuaan dini- dengan segala keluhan keriput atau uban sebelum waktunya-. Kita bisa kan fight n strugglingnya dengan hati bahagia???

Nah, menyoal lagi soal bahagia. Panjang urusannya. Karena kebahagiaanku nggak mutlak jadi kebahagiaanmu, begitu juga sebaliknya.

Konon katanya, si mister bahagia bersemayam di hati. Hati yang pandai bersyukur dan bersabar.

Konon katanya lagi, bahagia itu sederhana. Yaaa…like some smiles in ur love’s face gitu deh ^_^

Katanya lagi nih, bahagia itu kasat mata. Dicari-cari mah nggak bakal keliatan, tapi kalu dirasakan, ia ada. Begitu saja. Sederhana.

Dalam versiku, bahagia itu nggak berarti kamu nggak boleh menangis atau mengeluh. Tapi, bahagia itu berarti kamu bisa jadi kamu apa adanya. Legowo dengan setiap peran dan tanggung jawabmu. Bisa nangis ketika kamu emang sedih. Bisa ngomel kalu lagi sebel, Bisa jejingkrakan kalu lagi senang. Tapi ya….nggak perlu sampai lempar piring pancilah kalu lagi marah ^_^. 
Whateverlah…bahagia itu tanpa beban. Nggak perlu sok super. Sok kuat. Sok imut. Sok Manis. (*eh…). Manusia itu emang lemah. Tempatnya salah n khilaf.

Setiap yang kita usahakan nggak usah dipaksa untuk selalu sukses atau meraih hasil yang wow cetar membadai. Manusia itu tugasnya ikhtiar n doa, Hasilnya apa mah sudah ada yang nentuin keles. Nah ketika kamu bisa berdamai dengan hasil yang kamu capai, konon katanya bahagia ada juga di sono ^_^

And lagi…fight n strugglingnya manusia itu tujuannya cuman satu kok : Beribadah kepada Allah.


Oke begitu saja. Selesai. Titik. 

Stop Komen...

Di sebuah grup, saya berkomentar:  "soal ekspresi keberislaman seseorang selama masing-masing punya hujjah sesuai Alqur'an Sunnah, yuk ah nggak usah saling mengomentari terlebih dengan komentar yang bertanda kutip."

Komentar saya tersebut terlontar lantaran si empunya grup memosting sebuah wacana terkait "hijrah"nya seorang artis berinisial TW. Sebagian postingannya begini:

kiki emoticon"Omong-omong soal hijrah, memang bisa dalam berbagai macam bentuk. Tetapi melihat hijrah ala TW saya malah merasa aneh. Kenapa? Karena hijrah yang hakiki itu soal akhlakul karimah (perilaku yang baik) dan hati (kejernihan jiwa). Ilustrasinya begini, laki-laki bisa saja memakai jubah sebagaimana orang Arab dengan maksud meneladani Nabi Saw, tetapi di saat yang sama Abu Jahal yang jahat pun juga memakai jubah. Jadi memakai jubah, berjenggot dan lainnya bisa berpotensi baik dan buruk.

Perhatikan kata-katamu !!!


Pagi ini, seorang kawan mengupdate status dengan kalimat yang wow, cetar, membadai (ahahai ini mah lebay). Kira-kira begini bunyinya : "Dulu aku R2, sekarang aku R1 (ini doaku)".

Oh ya, kalau kalian nggak tau R itu apa, sini deh aku bisikin. "R itu maksudnya Ratu". Ratu? Ya, Ratu. Ratu di mana? Ratu di hati suami dong. Nah kalau menilik angka di belakangnya 1, 2, dan seterusnya, mahfum dong, itu maksudnya ratu pertama, ratu kedua, dan seterusnya. Dengan kata lain istri pertama, istri kedua, dan seterusnya. Ahahai nggak usah shocklah, kawanku ini memang pelaku Ta'adud alias poligami kok.

Nah, kembali menyoal statusnya dengan kalimat yang demikian. Bermunculan komentar-komentar yang nggak kalah wow. Beberapa komentarnya kira-kira begini:
- "R2 memang kejam"
- "Aku menyimpulkan mba bukan madu yang baik karena ingin merebut posisi R1."
- "Anda mendoakan R1 anda berpisah dengan suami? atau mendoakan ia meninggal dunia?"
-dll

Aku sendiri memilih tak berkomentar, meski hatiku tersengat gatal-gatal ^_^. Ia yang kutahu tak demikian. Ia yang kutahu wanita sholehah, insyaa Allah.

Belakangan ia muncul dan merasa takjub akan banyaknya komentar di statusnya tersebut. Ia pun menjelaskan maksud statusnya. Dulu ia R2, sekarang ia sudah menjadi R1, dan doanya adalah agar ia bisa segera memiliki madu lagi. Ia pun menyatakan keheranannya, mengapa begitu banyak yang salah paham membaca statusnya. (Kamu, ya...kamu yang baca tulisanku ini, ngerti nggak maksud status temenku itu?xixixi)

Ahahai, sampai kemudian, status tersebut dihapus, aku menahan diri untuk tak berkomentar (secara komentarku juga nggak penting gitu loh^_^).  Intinya aku menulis ini sekedar reminder, terutama untuk diriku sendiri, bahwa sebuah maksud yang sama, disampaikan secara berbeda, bisa lewat tulisan, bisa melalui lisan, cenderung mengalami pergeseran makna yang signifikan ketika kita tidak memilih kata-kata kita dengan tepat. Bahasa tulisan, cenderung memiliki dampak ambigu ketika kita keliru meramu kalimat.

Nah, akhirnya waktu lima belas menitku usai, must back to jungle deh ^_^



*Edisi kangen ngisi blog ^_^

- Copyright © Sara's Talk - Skyblue - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -