TIDAK TAHU...
KAMU SIH ENAK...!
Surat Untuk Anakku...
Dulu awalnya kupikir fase terberat menjadi seorang ibu adalah kepayahan selama 9 bulan mengandung dan bertaruh nyawa ketika melahirkan sang anak ke dunia. Tapi semua kepayahan dan rasa sakit tersebut seketika lenyap tatkala mendengar tangis nyaring manusia baru yang kemudian kau dekap erat seraya membisikkan panggilan penuh cinta, 'anakku... '
Waktu berlalu, menjalani hari dengan beragam peran seraya melihat anakmu bertumbuh, mengalami kurang tidur saat memastikannya tetap nyaman dan kenyang di malam hari, makan secepat yang kau bisa, mandi ala kadarnya, mengurangi waktu 'me time' dan menjadikannya pusat kehidupan. Namun, semua tergantikan hanya saat mendengar kata pertamanya yang memanggilmu 'umi... ' dan kata pertamanya pun menjelma celoteh panjang yang seketika mencerahkan setiap hari-harimu.
Saat kemudian anak-anakmu bertambah, siklus berulang, dan engkau harus memastikan tak ada anak yang kekurangan perhatian.
Lagi-lagi aku berpikir, duhai rupanya inikah fase yang paling berat ketika menjadi orangtua.
Anak-anak bergantian meminta perhatian, keributan, tangisan, dan teriakan mulai mewarnai hari-hari. Namun, waktu tetap berjalan, semua keributan mulai mereda, satu demi satu anak-anak memasuki gerbang sekolah.
Kau mungkin berpikir, seorang ibu akan bisa bernafas lega dan sedikit bersantai melepas sang anak menjalani hari-hari berseragamnya.
Pada kenyataannya, seorang ibu tak pernah berpangku tangan, ia selalu memastikan anak-anaknya tak kelaparan, mengenakan pakaian yang wangi dan rapi, beribadah tepat waktu, belajar dengan benar, berkawan dengan tepat, dan seterusnya...
Maka ketika anak-anakmu mulai berganti seragam ke jenjang selanjutnya, tantangan demi tantangan baru terus muncul bergantian.
Moodynya anak remaja, pemberontakan yang menyesakkan dada, ingin diakui dewasa, hingga urusan cita dan cinta.
Aku tahu, akan datang masa saat anak-anak sungguh-sungguh akan menjadi dewasa, bukan hanya usia yang bertambah tapi juga sikap hingga tutur kata.
Ada masa ketika kau harus bersikap keras, ada masa ketika rasanya ingin menyerah, namun seorang ibu tak akan pernah meninggalkan anak-anaknya. Bahkan saat ia kecewa ia justru semakin memperbanyak menyebut sang anak dalam lantunan doa-doa.
---
Maka, anakku bertahanlah sebentar dengan protektifnya kami, orangtuamu. Sungguh usia kami tak akan lama lagi, karena sejatinya usia kita niscaya akan selalu berkurang detik demi detiknya. Di waktu yang tersisa entah seberapa ini, kami tetap ingin memberikan bekal yang terbaik untukmu.
Bersabarlah dengan perhatian kami yang mungkin terasa membebanimu, bersabarlah dengan kekhawatiran kami yang mungkin terasa memenjarakanmu.
Sungguh, belasan tahun yang berlalu ketika membesarkanmu adalah amanah besar yang kelak harus kami pertanggungjawabkan. Kami tak sempurna, bahkan masih tertatih untuk terus belajar menjadi orangtua.
Kita memang tak bisa memilih dilahirkan sebagai siapa, tapi kita bisa memilih untuk menjalani kehidupan seperti apa.
Karena sungguh fase terberat itu adalah kelak saat ternyata kita tak bisa berkumpul di Surga-Nya.
Tanah Grogot, 29 May 2022
----
Kisah Wanita Yang Mengeluhkan Kekurangan Suaminya
Wanita (TIDAK) Selalu Benar
Di salah satu grup kajian, seorang muslimah mengajukan sebuah tanya, "Apakah istri juga durhaka ketika marah-marah hingga berkata kasar kepada suaminya yang kedapatan berselingkuh berkali-kali?"
Kebanyakan kami (atau saya saja? ), sebagai bentuk solidaritas sesama perempuan kemudian berpikir tentu saja kemarahan seorang istri yang diselingkuhi adalah sebuah kewajaran. Siapa yang tak marah jika kepercayaan dikhianati?
Namun, tentu saja jawaban orang yang dipenuhi ilmu akan jauh berbeda. Ustadzuna, Junaid bin Ibrahim Iha, Lc menjawab bahwa sikap tersebut adalah salah satu bentuk kedurhakaan istri kepada suami, karena memposisikan dirinya seperti hakim yang menghakimi suaminya.
Ustadz Junaid juga mengingatkan bahwa seharusnya seorang istri tetap bersikap sopan dan menaati suami dalam hal-hal yang bukan haram, adapun yang berkaitan dengan dosa suami maka itu kelak akan dipertanggungjawabkan sang suami sendiri di hadapan Allah Ta'ala.
"Ingat bahwa istri tidak akan ditanya tentang kemaksiatan suami namun akan ditanya tentang ibadah dan perlakuannya kepada suaminya." Lanjut beliau.
Beliau juga menambahkan sekiranya sang istri tersebut tidak sanggup hidup dengan suaminya karena sudah tidak bisa lagi melaksanakan kewajibannya maka dia boleh mengajukan gugatan cerai.
____
Jika masih ada kaum muslimin yang percaya pada pernyataan 'wanita selalu benar', maka mungkin hadist berikut belum sampai kepada mereka:
Diriwayatkan dari Anas bin Malik radhiyallaahu ‘anhu dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam beliau bersabda:
“Maukah kalian aku beritahu tentang istri-istri kalian di dalam surga?”
Mereka menjawab: “Tentu saja wahai Rasulullaah!”
Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Wanita yang penyayang lagi subur. Apabila ia marah, atau diperlakukan buruk atau suaminya marah kepadanya, ia berkata: “Ini tanganku di atas tanganmu, mataku tidak akan bisa terpejam hingga engkau ridha.”
(HR. Ath Thabarani)
.
Wanita, setinggi apapun pendidikan dan karirnya, tetap saja harus mampu 'menelan' ego di depan suami. Salah satu ciri wanita ahli surga itu, ketika ia marah, diperlakukan buruk, atau suaminya marah kepadanya, ia selalu menjadi pihak yang meminta maaf lebih dahulu.
Bagaimanapun fitrah suami adalah untuk ditaati bukan dimarah-marahi, maka sudah sewajarnya istri berbesar hati meminta maaf dan suami seyogianya memiliki kapasitas ilmu untuk mampu membimbing dan mengayomi.
Itulah kenapa, kita harus memilih suami berdasarkan agama dan akhlaknya, bukan cuman ganteng dan hartanya.
Karena suami yang baik pemahaman agamanya, pasti mengamalkan hadist Rasulullah, "Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya dan sebaik-sebaik kamu adalah orang yang paling baik kepada istrinya”.
Oh ya baik kepada istri juga nggak berarti membiarkan istri semaunya, (sudahlah tabiat wanita itu bengkok, jika dibiarkan niscaya akan semakin bengkok), tapi membimbingnya dengan lemah lembut.
Suami yang berakhlak mulia, dan istri yang senantiasa meminta maaf, sounds great ya?
Semoga kita dikarunia pasangan dan menjadi pribadi yang demikian.
Btw, jangan berkecil hati, jika kehidupan rumah tangga kita masih jauh dari kata ideal. Menikah itu ibadah sepanjang usia pernikahan. Luruskan niatkan kita setiap waktu, dan fokuslah pada kewajiban kita masing-masing, alih-alih senantiasa menuntut hak dipenuhi.
Karena saat niat ibadah hilang, maka kita akan senantiasa mengedepankan ego, dan jika sudah demikian, maka hanya tinggal menunggu waktu rumah tangga ambyar tak bersisa.
Tentu saja, terus menambah ilmu agama akan menjadi kekuatan dalam menghadapi beragam ujian pernikahan. Karena penopang utama keutuhan rumah tangga itu bukanlah cinta, melainkan agama.
Semoga Allah Ta'ala karuniakan kita pasangan yang menjadi penyejuk mata dan penentram jiwa.
Tanah Grogot, Juli 2021
Salam,
🤍
Sarah binti Hasan
Jangan Mencela, Bahkan Pada Orang Yang Pantas Dicela!
JANGAN MENCELA, BAHKAN PADA ORANG YANG PANTAS DICELA!
Apa Yang Kau Pikirkan Setiap Melihat Matahari Terbit di Pagi Hari?
APA YANG KAU PIKIRKAN SETIAP MELIHAT MATAHARI TERBIT DI PAGI HARI?
Kemarahanmu, Karakter Aslimu?
Ingin Masuk Surga dan Terhindar Dari Neraka? Mintalah Hal Ini Minimal 3 Kali!
Sebagai hamba, kita membutuhkan banyak ikhtiar untuk mendapatkan ridho Allah ta'ala hingga selamat dari azab neraka. Kita tak pernah tahu entah amal yang mana yang akan menyampaikan kita ke pintu surga.
Salah satu amalan yang bisa kita lakukan adalah sebagaimana yang diajarkan oleh Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam berikut ini. sebuah amalan yang mudah dilakukan namun memerlukan keyakinan yang kuat.
Ustadz Ammi Nur Baits melalui laman konsultasisyariah.com menjelaskan dari Anas bin Malik radhiallahu 'anhu bahwa Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam berkata:
”Siapa yang meminta surga 3 kali, maka surga akan berkata: ’Ya Allah, masukkanlah dia ke dalam surga.’
Dan siapa yang memohon perlindungan dari neraka 3 kali, maka neraka akan berkata: ’Ya Allah, lindungilah dia dari neraka.”
Lebih lanjut Ustadz Ammi Nur Baits menjelaskan bahwa dalam riwayat ini tidak disebutkan sebuah teks doa khusus, sehingga kita bisa meminta surga dengan kalimat permohonan apapun. Termasuk dengan bahasa yang kita pahami, semisal 'Ya Allah, aku memohon surga', atau 'Ya Allah, lindungilah aku dari neraka'.
Kita bisa pula membacanya kapanpun dan dimanapun, khususnya di waktu-waktu mustajab. Adapun batasan angka, yakni 3 kali maknanya untuk mendapatkan keutamaan itu, kita baca minimal sebanyak 3 kali, dan maksimal tanpa hitungan.
Semoga kita bisa mengamalkannya dan memperbanyak doa ini dalam keseharian kita.
Sumber Referensi:
konsultasisyariah.com
Ketika Nasehat Justru Semakin Mengeraskan Hati
Disadari atau tidak, kematian seseorang tentunya semakin dekat dari waktu ke waktu. Dan seringnya bagaimana seseorang menjemput ajalnya adalah sebagaimana ia menjalani hari-harinya.
Tersebutlah seorang pemuda muslim yang kesehariannya sangat jauh dari agama. Sehari-harinya pemuda ini bergaul bebas dan meniru semua perilaku kebarat-baratan yang menurutnya keren meski banyak melanggar rambu-rambu syariat.
Nasihat keluarga, kerabat, dan kawan-kawan tak bisa mengubah tabiatnya. Hatinya justru semakin keras, Ia bahkan semakin bersikap keterlaluan dan menghina agamanya sendiri.
Suatu hari ia mengendarai mobil dengan kecepatan tinggi, tentu sembari memutar lagu-lagu barat sebagai teman perjalanan. Qodarullah, sang pemuda mengalami kecelakaan lalu lintas, orang-orang yang berkerumun menyangka ia sudah meninggal dunia.
Seorang yang shaleh yang juga berada di tempat kejadian datang mendekat dan menyadari bahwa pemuda itu sedang diambang maut. Ia berpikir untuk mentalqinnya dengan ucapan 'La ilaaha illallaah', karena barangsiapa yang akhir ucapannya di kehidupan dunia ini adalah laa ilaaha illallaah, maka ia akan masuk surga.
Ia pun mendekat dan berkata, “Hai saudaraku! Ucapkanlah laa ilaaha illallaah!”
Namun pemuda itu dengan sisa nafas terakhirnya justru mengucapkan kalimat yang mengerikan, kalimat yang biasa ia ucapkan sehari-hari tatkala orang-orang menasehatinya dalam kebaikan.
Beginilah ucapannya, “Aku tidak akan pernah melakukan shalat dan tidak akan pernah berpuasa. Sungguh terlaknat agamamu”.
Naudzubillah min dzalik.
Ya, pemuda ini jika dinasehati keluarga atau sahabatnya untuk melaksanakan sholat, puasa, dan bertaubat kepada Allah, niscaya ia membalas dengan mencela dan mengejek agama.
Bagi saya pribadi, kisah ini memberi banyak pengajaran, untuk berhati-hati dengan lisan dan apa yang kita ucapkan. Jangan sampai lisan kita terbiasa dengan kalimat-kalimat buruk yang kelak di akhirat akan sangat kita sesali.
Sungguh saat ruh telah berpisah dari raga, maka tak lagi sebuah penyesalan berguna.
Semoga kita mengambil pelajaran dan semoga Allah tunjukkankan kita pada jalan yang lurus.
---
Sumber referensi:
Kisahislam.net
Ulama Yang Mengelus Singa dan Esensi Pamer
Sudah mahsyur bahwa banyak para ulama tabi'in dan ulama-ulama setelahnya dikaruniai karomah yang dengannya maka semakin kuat keimanannya kepada Allah Ta'ala.
Tentu jauh berbeda dengan para wali-wali syetan yang bersekutu dengan jin untuk kemudian memperdaya manusia lainnya.
Salah satu kisah masyhur adalah ulama yang bisa menundukkan singa. Seperti halnya maula Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam, Safinah radhiallahu 'anhu yang juga mampu menundukkan singa.
Dikisahkan Sufyan Ats-Tsauri dalam perjalanan haji bersama Syaiban Ar-Ra'i. Di sebuah jalan mereka dihadang oleh seekor singa yang besar.
Manusiawi jika timbul rasa gentar melihat binatang buas tersebut. Sufyan berkata kepada Syaiban “Tidakkah kamu melihat binatang buas ini? Dia telah menghadang kita!’
Syaiban kemudian menjawab, "Jangan takut, wahai Sufyan!’
Lalu, ia memanggil singa itu dan memegang ekornya. Kemudian, singa itu menggerak-gerakkan ekornya seperti anjing. Syaiban memegang telinga singa tersebut lalu mengelus-elusnya.
Saat itu Sufyan sontak berkata, ‘Untuk apa kamu pamer semacam ini?’
Syaiban menjawab, ‘Wahai Sufyan, pamer mana yang kamu pertanyakan? Kalau bukan karena aku benci pamer, tentu aku tidak akan membawa bekal perjalananku ini ke Mekkah kecuali di atas punggung singa ini.’”
Sahabat, orang-orang shalih yang diberi kelebihan niscaya tak suka menunjukkan kelebihannya kecuali seperlunya dan sesuai kebutuhan.
Semoga kita bisa mengambil ibroh dari kisah singkat ini, bahwa apapun kelebihan yang kita miliki tak selayaknya dipamerkan kepada orang lain. Karena tidaklah Allah menganugerahkannya kepada kita kecuali untuk menambah keimanan dan ketawadhuan kita sebagai hamba.
Semoga menginspirasi!
---
Sumber Referensi:
99 Kisah Orang Shalih, Muhammad bin Hamid Abdul Wahab, Darul Haq, Cetakan ke-5, Shafar 1430/2009.
Umar keheranan, Para peminta-minta sama sekali tak terlihat di saat panceklik. Ternyata
Sejatinya pemimpin bukanlah raja yang harus dilayani dan dituruti membabi buta. Esensi seorang pemimpin justru adalah pelayan rakyat. Dan seorang pemimpin kelak akan menghadapi hisab yang berat atas semua yang dipimpinnya.
Mari sedikit merenung dari kisah indah yang tercatat dalam sejarah.
Pada akhir 18 H, di masa kekhalifahan Umar bin al-Khaththab Radhiyallahu ‘anhu terjadilah musibah paceklik.
Kekeringan melanda seluruh bumi Hijaz, hingga rakyat mulai merasakan sangat kelaparan. Kota Hijaz benar-benar kerontang hingga penduduk banyak yang mengungsi ke Madinah dan mereka tidak lagi memiliki bahan makanan sedikitpun.
Umar mendengar perihal tersebut, beliau radhiallahu 'anhu segera membagi-bagikan makanan dan uang dari baitul mal hingga gudang makanan dan baitul mal kosong total.
Umar bahkan tak menyisakan makanan layak bagi dirinya sendiri. Ia menolak memakan daging dan susu. Sebagai gantinya beliau hanya makan roti dan minyak sehingga kulitnya berubah menjadi hitam dan kurus. Umar Radhiyallahu ‘anhu berkata: “Akulah sejelek-jelek kepala negara apabila aku kenyang sementara rakyatku kelaparan.”
Setiap hari Umar Radhiyallahu ‘anhu mengontrol rakyatnya di Madinah dan menemukan bahwa tidak seorangpun yang tertawa, ataupun berbincang-bincang di rumah sebagaimana biasanya. Anehnya lagi Umar Radhiyallahu ‘anhu tidak pula menemukan orang yang meminta-minta.
Beliau mencari tahu apa yang terjadi, seseorang berkata kepadanya: “Mereka pernah meminta tetapi tidak ada yang dapat diberikan, akhirnya mereka tidak lagi meminta. Sementara mereka benar-benar dalam keadaan yang menyedihkan dan sangat memprihatinkan, sehingga mereka tidak lagi bisa berbincang-bincang ataupun tertawa.”
Subhanallah, kondisi rakyat saat itu sungguh memprihatinkan.
Akhirnya Umar Radhiyallahu ‘anhu mengirim surat kepada Abu Musa Radhiyallahu ‘anhu di Bashrah dan ‘Amru bin Al-‘Ash Radhiyallahu ‘anhu di Mesir yang isinya: “Bantulah umat Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam! Mereka hampir binasa.”
Kedua gubernur ini segera mengirimkan bantuan ke Madinah dalam jumlah besar, terdiri dari makanan dan bahan pokok berupa gandum. Begitulah mereka bertahan selama 9 bulan, sebelum kondisi berangsur-angsur kembali normal.
Pada Umar, harusnya setiap pemimpin belajar agar selalu ada bersama rakyatnya dalam kondisi apapun juga. Kisah ini juga mengajarkan kita bahwa kesulitan bisa teratasi jika kaum muslimin saling tolong menolong satu sama lain.
Mari kita memulainya dari lingkungan sekitar kita, semoga tak ada lagi tetangga kita yang merasakan kelaparan.
Sumber Referensi:
almanhaj.or.id
Tangisan Umar Saat Mendengar Alasan Seorang Wanita Memaksa Menyapih Anaknya
Kita sudah tak asing dengan perhatian Umar bin Khattab saat menjabat sebagai khalifah, bahkan termasuk pada para bayi.
Dikisahkan, suatu malam sebagaimana kebiasaannya, Umar senantiasa berjaga mencari tahu kondisi rakyatnya.
Malam itu ia mendengar tangisan seorang bayi. Umar Radhiyallahu ‘anhu pun segera menuju suara tangisan itu dan berkata kepada ibunya: “Takutlah engkau kepada Allah Azza wa jalla dan berbuat baiklah dalam merawat anakmu”.
Namun, Umar masih jua mendengar tangisan bayi itu hingga penghujung malam, Umar Radhiyallahu ‘anhu segera mendatangi bayi itu dan berkata kepada ibunya: “Celakalah engkau, sesungguhnya engkau adalah ibu yang buruk, kenapa aku masih mendengar anakmu menangis sepanjang malam?”
Wanita itu menjawab: “Hai tuan, sesungguhnya aku berusaha menyapihnya dan memalingkan perhatiannya untuk menyusu tetapi dia masih tetap ingin menyusu.”
Umar Radhiyallahu ‘anhu bertanya: “Kenapa engkau akan menyapihnya?”
Wanita itu menjawab: “Karena Umar Radhiyallahu ‘anhu hanya memberikan jatah makan untuk anak-anak yang telah disapih saja”.
Umar terhenyak, dan menyadari bahwa usia bayi itu baru beberapa bulan saja. Maka ketika mengimami shalat subuh, bacaan Umar Radhiyallahu ‘anhu nyaris tidak terdengar jelas oleh para makmum disebabkan tangisnya.
Umar berkata pada dirinya, “Celakalah engkau hai Umar Radhiyallahu ‘anhu , berapa banyak bayi-bayi kaum Muslimin yang telah engkau bunuh”.
Setelah itu ia menyuruh salah seorang pegawainya untuk mengumumkan, “Janganlah kalian terlalu cepat menyapih anak-anak kalian, sebab kami akan memberikan jatah bagi setiap bayi yang lahir dalam Islam”.
Umar memberlakukan aturan ini di seluruh daerah kekuasaannya.
Masyaallah...
Bagaimana kita tidak rindu dengan pemimpin seperti beliau radhiallahu 'anhu?
---
Sumber Referensi:
almanhaj.or.id
Merasa Lebih Baik Dari Orang Lain? Waspadai Virus Kesombongan, Ingat 2 Hal Ini!
- Jika ada orang lain yang lebih tua darimu, maka seharusnya engkau katakan, ‘Orang tersebut telah lebih dahulu beriman dan beramal shalih dariku, maka ia lebih baik dariku’.
- Jika ada orang lainnya yang lebih muda darimu, maka seharusnya engkau katakan, ‘Aku telah lebih dahulu bermaksiat dan berlumuran dosa serta lebih pantas mendapatkan siksa dibanding dirinya, maka ia sebenarnya lebih baik dariku’.
3 Nasehat Salman Al Farisi Ini 'Menampar' Manusia Yang Banyak Omong
Amalannya Biasa Saja, Tapi Dikabarkan Nabi Sebagai Penghuni Surga. Ternyata
Sedekah 1 kg Tepung, Aktor Ini Diremehkan. Saat Lihat Isinya Orang-orang Miskin Menangis
Disebutkan bahwa Ia mengirimkan truk berisi tepung dengan kemasan 1 kg ke pinggiran New Delhi dan mengijinkan setiap warga yang membutuhkan untuk mengambilnya. Khususnya warga miskin yang terdampak Lockdown di masa pandemi Covid-19.