Pernah dikisahkan dari Muhammad bin Al Munkadir, seorang imam dan ulama besar di kalangan para tabi'in. Peristiwa ini terjadi saat Madinah mengalami musim kemarau yang panjang. Peduduk Madinah telah berduyun-duyun melakukan shalat istisqa' saat itu, namun hujan belum jua turun.
Referensi pihak ketiga
Suatu malam, Muhammad bin Al Munkadir berdiam diri di masjid Rasulullah seusai mendirikan sholat Isya. Ia berlindung di balik salah satu tiang di sana sehingga terlindung dari pandangan orang-orang. Saat itu tiba-tiba datang seorang laki-laki berkulit hitam datang memasuki masjid dan segera menuju salah satu tiang lain di sana.
Lelaki itu lantas sholat dua rakaat dan kemudian berdoa seraya berkata "Wahai Rabbku, penduduk kota Nabi-Mu telah keluar untuk meminta hujan namun Engkau belum menurunkan hujan kepada mereka. Kini aku bersumpah atas nama-Mu supaya Engkau menurunkan hujan kepada mereka."
Sungguh diluar dugaan, belum lagi lelaki itu menurunkan tangannya gemuruh petir terdengar dan disusul hujan deras yang seketika membasahi tanah-tanah Madinah.
Lelaki itu seketika memanjatkan puji-pujian kepada Allah Ta'ala dan berkata "Siapa saya dan apa kedudukan saya sehingga doa saya bisa terkabul. Namun aku berlindung kepada-Mu ya Allah dengan memuji-Mu dan berlindung dengan kemuliaan-Mu."
Lelaki itu kembali berdiri dan melaksanakan sholat hingga menjelang subuh dan kemudian mengikuti jamaah sholat subuh.
Ibnul Mukandir yang penasaran siapa sosok itu segera mengikutinya seusai sholat subuh, Namun sayangnya ia kehilangan jejak lelaki itu.
Referensi pihak ketiga
Keesokan malam, Ibnul Mukandir kembali mendapati lelaki itu datang dan sholat sepanjang malam hingga menjelang subuh. Hari itu Ibnul Mukandir berhasil mengikuti lelaki hitam itu hingga sampai ke sebuah rumah yang dikenalinya di Madinah.
Ibnul Mukandir kembali ke masjid untuk melaksanakan sholat dhuha, dan kemudian memutuskan mendatangi lelaki itu di rumahnya.
Lelaki itu ternyata seorang tukang sepatu. Dan begitu melihat Ibnul Mukandir, ia pun mengenali sang ulama dan segera menyambutnya, "Wahai Abu Abdillah (Ibnul Munkadir) selamat datang. Apakah engkau ada keperluan denganku? Apakah anda ingin aku buatkan sepatu?"
Ibnul Mukandir bertanya, "Bukankah engkau yang menjadi temanku pada malam pertama itu?"
Mendengar pertanyaan itu, rona lelaki yang tadi ramah itu mendadak berubah. Ia menjadi marah dan kemudian berteriak keras, "Ibnul Munkadir, apa urusan anda dengan peristiwa itu?!"
Ibnul Mukandir segera pamit pulang. Dan pada malam harinya ia kembali menunggu lelaki itu di masjid Rasulullah, namun hingga subuh lelaki itu sama sekali tak menampakkan dirinya. Hal ini membuat Ibnul Mukandir begitu menyesal, "Innalillah, apa yang telah kuperbuat terhadap orang itu."
Selewat waktu dhuha, Ibnul Mukandir bergegas menuju rumah tukang sepatu itu. Dan ia hanya mendapati rumah yang sudah kosong seolah tak pernah dihuni. Seorang tetangga kemudian bertanya, "Wahai Abu Abdillah, apa yang terjadi antara anda dengan orang itu kemarin? Tatkala engkau keluar dari rumahnya kemarin, dia pun segera membentangkan kainnya di tengah ruangan rumah. Dia tidaklah membiarkan selembar kulit atau cetakan sepatu di rumahnya melainkan ia letakkan pada kain tersebut. Kemudian dia membawa kain itu dan keluar dari rumah sehingga kami pun tidak tahu lagi kemana dia pergi."
Mengetahuinya, Ibnul Mukandir mendatangi setiap rumah di Madinah yang diketahuinya, namun ia tak jua berhasil menemukan si tukang sepatu tersebut.
Referensi pihak ketiga
Sahabat, demikianlah sebuah kisah tentang seorang tukang sepatu yang memiliki doa yang mustajab. Kisah ini mencerminkan ketawadhuan dan keikhlasannya yang tak ingin amal-amalnya diketahui oleh orang lain.
Padahal kebanyakan kita hari ini, kerap berlomba-lomba mempublikasikan kehidupan pribadi melalui unggahan-unggahan di medsos, bahkan hal-hal privat terkait amal ibadah yang tentu saja berpotensi besar menimbulkan ujub dan riya'. Sementara orang-orang shalih zaman dulu begitu khawatir jika ada yang mengetahui amalnya.
Dari kisah ini kitapun mengambil hikmah, bahwa ada orang-orang yang dianggap sepele di mata manusia namun ternyata memiliki kedudukan tinggi di sisi Allah Ta'ala.
"Terkadang seseorang yang rambutnya berdebu dan terusir di depan pintu namun seandainya ia bersumpah dengan nama Allah, maka Allah akan mengabulkannya."
Semoga kita mengambil pelajaran.
---
Sumber Referensi:
atsar.id/2019/02/kisah-doa-si-tukang-sepatu.html