Mendengar wanita malam, mungkin yang pertama terlintas di benak anda adalah wanita-wanita berpakaian minim yang tengah menjajakan diri pada para lelaki hidung belang.
Tidak sepenuhnya salah, karena kenyataannya pergeseran moral, etika, dan adat istiadat juga mempengaruhi istilah yang berkembang di tengah masyarakat.
Dulu sekali, ketika Islam dalam masa kejayaannya, wanita malam adalah gelaran yang sangat mulia lagi terpuji. Wanita-wanita malam adalah mereka yang bangun di malam hari dan khusyuk beribadah, bermunajat kepada Rabb Pencipta alam semesta.
Salah satu wanita malam yang kisahnya sungguh cemerlang adalah Ummu Muhammad, Istri Hubaib Abu Muhammad Al-Farasy. Ia adalah wanita yang biasa menghabiskan malam-malamnya dengan beribadah.
Al-Husain bin ‘Abdirrahman berkata:
“Sebagian Sahabat kami bercerita kepadaku, bahwa Isteri Hubaib, yakni Ummu Muhammad mengatakan bahwa ia terjaga pada suatu malam sedangkan suaminya tidur, lalu ia membangunkannya pada waktu sahur seraya mengatakan, ‘Bangunlah wahai Hubaib suamiku, sebab malam telah berlalu dan siang pun tiba, sedangkan di hadapanmu ada jalan yang panjang dan perbekalan yang sedikit. Para kafilah orang-orang shalih di depan kita, sedangkan kita di belakang."
Shifatush Shafwah (IV/23).
Mejadi wanita malam era ini dalam terminologi kebaikan tentulah sesuatu yang bisa kita upayakan. Kita hanya membutuhkan niat yang benar dan tekad kuat untuk memulai menghidupkan sepertiga malam baik yang awal maupun yang akhir.
Berani mencoba?
Tulisan ini terbit pertam akali di UC News pada akun
Sara Amijaya dengan judl: