Search This Blog

Powered by Blogger.

Showing posts with label renungan. Show all posts

TIDAK TAHU...



Tahun 2023 mengajariku banyak hal, salah satunya aku menyadari bagaimana pernyataan -tidak tahu- bisa menunjukkan kualitas hidup seseorang.

Bagi sebagian kita mengucapkan 'tidak tahu...' merupakan perkara berat sehingga menempatkan kita pada kelompok  'si paling tau',  meski seringnya ke-soktahu-an tersebut menjadi bumerang yang justru menunjukkan kebodohan diri sendiri. 

Padahal ketidaktahuan akan sesuatu tidaklah menunjukkan kebodohan ataupun kelemahan. 

Memangnya siapa sih manusia di dunia yang serba tahu? Bahkan Nabi kita, Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam sosok termulia yang senantiasa mendapat panduan langsung dari Allah Ta'ala, ketika beliau mendapatkan pertanyaan yang belum diketahui jawabannya, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam diam, atau meresponnya dengan mengatakan: 'La adri (aku tidak tahu)'.

Di lain sisi, ada sebagian kita yang bermudah-mudah mengatakan 'tidak tahu' atas perkara yang memang menjadi tugas dan tanggung jawabnya. 
Maka, jelas hal tersebut menunjukkan kelalaian dan  juga pengabaian (atau ketidakkompetenan?). 
Ups, kita mungkin lupa bawa semua amanah, besar ataupun kecil kelak akan dihisab dengan seadil-adilnya. 

Idealnya, kita harus legawa untuk mengatakan sesuatu cukup sesuai kapasitas diri sendiri, tanpa menjadi si sok tahu atau justru si tidak mau tahu. 

Tapi begitulah, hidup memang proses belajar, yang ujiannya seperti roda berputar. Posisi di atas maupun di bawah semoga kita tak menjadi si sok pintar, hingga abai dengan hal yang benar. 

Akhirnya, aku berpesan pada diriku sendiri:
Hei Sarah, kau diberi dua telinga dan satu mulut, maka lebih cermatlah mendengar dan bijaklah berbicara. Hiduplah dengan tidak sekedar mencari bahagia, tapi menemukan makna dari setiap  cerita! 

Tanah Grogot, 22 Desember 2023

🤍
Sarah

KAMU SIH ENAK...!

KAMU SIH ENAK...! 

Pernah dijadikan objek dari kalimat tersebut? Atau justru pernah menjadi subjek yang melontarkan kata-kata tersebut? 
"kamu sih enak, anak-anakmu sudah besar, nggak riweh bangun malam, bisa punya me time, etc... "

"Kamu sih enak, pasanganmu penyayang, punya penghasilan tetap, etc... "

"Kamu sih enak, tinggal ngedraft doang, kerja nggak berat, nggak begini... Nggak begitu... "

Anyway, apalah kalimat lain semisal dan semakna dalam beragam versi, yang intinya 'memandang lebih hijau lapangan rumput milik orang lain'. 

FYI, dalam fase apapun kehidupan kita, bagaimanapun penampakan yang dilihat orang lain, percayalah setiap orang menghadapi ujiannya masing-masing. Ini dunia, nggak ada satu manusia pun yang bebas melenggang menjalani hidupnya tanpa galau dan air mata. Selalu ada persimpangan, kelokan, sandungan kerikil, bahkan gunung besar yang mungkin membuat senyummu berat untuk mengembang. 

Bedanya, ada yang kesana kemari mencurahkan isi hatinya, dan ada yang diam-diam mengeluhkannya hanya kepada Sang pemberi segala.

Dulu, ustadz kami pernah mengajari:
'Sebelum sesuatu terjadi, bertawakallah! 
Saat sesuatu sudah terjadi, ridhalah! 
Begitu konsep beriman kepada taqdir.'

Jadi, berhentilah memandang orang lain dengan kaca mata 'rumput hijau'. Just focus on your own way, keep on track, and do better than today..!

Karena sejatinya, tujuan akhir kita semua sama, berharap sebaik-baiknya tempat kembali. Dunia ini bukanlah hal yang pantas diperebutkan, hingga mengikis rasa syukur dalam hati! 

_Sebuah pengingat terkhusus untuk imanku yang sering lemah

Tanah Grogot,  September 2023

Sarah🤍

Surat Untuk Anakku...

Dulu awalnya kupikir fase terberat menjadi seorang ibu adalah kepayahan selama 9 bulan mengandung dan bertaruh nyawa ketika melahirkan sang anak ke dunia. Tapi semua kepayahan dan rasa sakit tersebut seketika lenyap tatkala mendengar tangis nyaring manusia baru yang kemudian kau dekap erat seraya membisikkan panggilan penuh cinta, 'anakku... '


Waktu berlalu, menjalani hari dengan beragam peran seraya melihat anakmu bertumbuh, mengalami kurang tidur saat memastikannya tetap nyaman dan kenyang di malam hari, makan secepat yang kau bisa, mandi ala kadarnya, mengurangi waktu 'me time' dan menjadikannya pusat kehidupan. Namun, semua tergantikan hanya saat mendengar kata pertamanya yang memanggilmu 'umi... ' dan kata pertamanya pun menjelma celoteh panjang yang seketika mencerahkan setiap hari-harimu.

 
Saat kemudian anak-anakmu bertambah, siklus berulang, dan engkau harus memastikan tak ada anak yang kekurangan perhatian.
Lagi-lagi aku berpikir, duhai rupanya inikah fase  yang paling berat ketika menjadi orangtua.
Anak-anak bergantian meminta perhatian, keributan, tangisan, dan teriakan mulai mewarnai hari-hari. Namun, waktu tetap berjalan, semua keributan mulai mereda, satu demi satu anak-anak memasuki gerbang sekolah.

 
Kau mungkin berpikir, seorang ibu akan bisa bernafas lega dan sedikit bersantai melepas sang anak menjalani hari-hari berseragamnya.
Pada kenyataannya, seorang ibu tak pernah berpangku tangan, ia selalu memastikan anak-anaknya tak kelaparan, mengenakan pakaian yang wangi dan rapi, beribadah tepat waktu, belajar dengan benar, berkawan dengan tepat, dan seterusnya...

 
Maka ketika anak-anakmu mulai berganti seragam ke jenjang selanjutnya, tantangan demi tantangan baru terus muncul bergantian.
Moodynya anak remaja, pemberontakan yang menyesakkan dada,  ingin diakui dewasa, hingga urusan cita dan cinta.

 
Aku tahu, akan datang masa saat anak-anak sungguh-sungguh akan menjadi dewasa, bukan hanya usia yang bertambah tapi juga sikap hingga tutur kata.

 
Ada masa ketika kau harus bersikap keras, ada masa  ketika rasanya ingin menyerah, namun seorang ibu tak akan pernah meninggalkan anak-anaknya. Bahkan saat ia kecewa ia justru semakin memperbanyak menyebut sang anak dalam lantunan doa-doa.
---
Maka, anakku bertahanlah sebentar dengan protektifnya kami, orangtuamu. Sungguh usia kami tak akan lama lagi, karena sejatinya usia kita niscaya akan selalu berkurang detik demi detiknya. Di waktu yang tersisa entah seberapa ini, kami tetap ingin memberikan bekal yang terbaik untukmu.

 
Bersabarlah dengan perhatian kami yang mungkin terasa membebanimu, bersabarlah dengan kekhawatiran kami yang mungkin terasa memenjarakanmu.

 
Sungguh, belasan tahun yang berlalu ketika membesarkanmu adalah amanah besar yang kelak harus kami pertanggungjawabkan. Kami tak sempurna, bahkan masih tertatih untuk terus belajar menjadi orangtua.

 
Kita memang tak bisa memilih dilahirkan sebagai siapa, tapi kita bisa memilih untuk menjalani kehidupan seperti apa.
Karena sungguh fase terberat itu adalah kelak saat ternyata kita tak bisa berkumpul di Surga-Nya.

Tanah Grogot, 29 May 2022
----

- Copyright © Sara's Talk - Skyblue - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -