Search This Blog

Powered by Blogger.

Showing posts with label Bincang buku. Show all posts

Kenapa harus menjulurkan lidah saat periksa?




Ternyata benar punya anak yang terus bertumbuh itu menuntut kerja keras orang tua untuk semakin giat belajar.

Gara-gara sakit dan harus diperiksa dokter, Amma tiba-tiba bertanya “Mi, kenapa sih harus menjulurkan lidah saat periksa?”

Surat untuk Stiletto Book




Dear Stiletto,

Awalnya aku mendengar nama stiletto karena banyak teman di grup kepenulisan yang kuikuti mencoba mengirimkan naskah ke stiletto. Ada yang lolos dan sudah diterbitkan, ada pula yang belum beruntung.

 Rasanya Stiletto saat ini masih menjadi satu-satunya penerbit yang khusus menerbitkan buku-buku perempuan. Sebuah branding yang bagus menurutku. Jadi ketika para perempuan Indonesia hendak mencari buku-buku bertema perempuan, maka yang terlintas dibenak mereka pertama kali adalah Stiletto.

Karena penasaran dengan branding tersebut aku jadi ingin mencicip rasa stiletto, Maka jadilah beberapa waktu lalu, aku memesan 3 buah buku terbitan stiletto. The Marriage roller coaster, Geek in high heels, and Last Rommate. Pemesananya mudah dan gak pake ama bukunya nyampe. 

Karena aku memilih buku tersebut secara acak saja, aku memang tak berekpektasi apa-apa ketika membaca buku tersebut selain bahwa aku akan menemukan girl power yang katanya memang menjadi ruh buku-buku terbitan stiletto.

Dan harus kuakui dari membaca ketiga buku tersebut aku menemukan rasa yang berbeda-beda.

The Marriage roller Coaster: aku suka buku ini. Rasanya dengan menerbitkan TMRC stiletto telah membantu mencerahkan para perempuan Indonesia. Buku ini memenuhi 3 kriteria dasar dalam penilaian subyektifku : ringan, menghibur, dan ada pesan positif yang tersampaikan.

Perasaan tersebut sedikit berkurang saat membaca GIHH. Buku ini memenuhi 2 kriteriaku: ringan dan menghibur. Tapi pesan yang disampaikannya masih terasa dangkal.
Dan entah mengapa (maafkan aku) perasaanku terjun bebas ketika membaca Last Rommate. LR ini sebenarnya asyik dibaca, ada nilai-nilai positifnya juga, tentang bagaimana kita merasa nyaman dengan diri kita sendiri. Sayangnya premis inilah yang dijadikan pelegalan untuk sebuah hubungan yang “menyimpang”, dalama hal ini hubungan sesame jenis (lesbian). Dan buku ini terlalu asyik dibaca, penyampaiannya smooth sekali hingga diakhir buku pembaca akan seolah terhipnotis dan menarik kesimpulan bahwa hubungan”menyimpang” tersebut sah-sah saja dan seharusnya bisa diterima. Saya memandangnya sebagai Sebuah buku ringan dengan misi berbahaya.

Jadi, saya menyempatkan menulis surat ini karena besar harapan saya bahwa stiletto dengan branding “penerbit buku perempuan”-nya akan benar-benar bisa tumbuh berkembang menjadi penerbit besar yang memberi kontribusi positif bagi perempuan Indonesia yakni dengan menerbitkan bacaan-bacaan yang tidak sekedar menghibur tapi mampu mencerahkan dan meluruskan “kebengkokan” para perempuan.

Akhirnya, terima kasih telah membaca surat ini dan maafkan aku jika ada kata yang tak berkenan. Bagaimanapun aku masih mencandu untuk mencicip lebih banyak lagi buku-buku terbitan stiletto.

With love,

Sarah

Dear Bodyguard : Sepertinya, kita masih punya peluang...

Dear BodyguardDear Bodyguard by Riawani Elyta
My rating: 4 of 5 stars

Pilihan yang kita pilih dalam suatu titik krusial dalam kehidupan kita, akan merubah arah perjalanan hidup itu hingga jauh ke depannya. Memilih bertahan dalam kondisi buruk dan menderita kemungkinan besar akan membuat kita terus terpuruk dan tidak menjadi apa-apa bagi siapapun. Meski tak pula menutup kemungkinan takdir akan berbaik hati merubah angin kehidupan kita dengan sendirinya. Meski lebih sesuai sunnatullah bahwa “Allah akan merubah keadaan kita, jika kita sendiri berusaha merubah kondisi tersebut”. Saat kita memberanikan diri mengambil keputusan penting dan melakukan perubahan luar biasa yang insyallah demi kebaikan maka yakinlah Allah akan tetap membersamai kita.

Dear bodyguard, memaparkan dengan ciamik tokoh Aline, yang memilih mengakhiri pernikahannya yang dipenuhi KDRT. Dan dalam 3 tahun penuh tempaan sukses bertransformasi menjadi seorang bodyguard andal.

Lika-liku kehidupan seorang bodyguard wanita di Indonesia mungkin masih terbilang langka, terang saja mengawali kisah ini angan saya justru mengembara ke beberapa adegan drama korea yang memang sering mengisahkan bodyguard ataupun spy agent berjenis kelamin wanita.

Terasa sedikit berbeda dengan novel-novel pendahulunya , yang punya kekuatan setting super detail. Sampai tengah-tengah novel aku masih bertanya-tanya “eh ini dimana sih settingnya?”. Dan belakangan baru nyadar bahwa all of it happened in Jakarta, dan untuk endingnya di singapore ^_^.

Serunya, novel ini justru terasa visualisasinya. Membaca setiap paragraf layaknya melihat siaran langsung. Adegan perkelahian yang seru, perebutan senjata, tembak menembak, sampai tendangan silang khas Aline. Semuanya menyeret emosi pembaca, khususnya yang menyukai genre serupa.

Seperti juga tulisan lainnya, Riawani Elyta tak sekedar menyuguhkan entertainment dalam setiap karyanya. Isu-isu social tak luput terselip dengan pas. Aline yang menerima job mengawal duo saudara Teddy (sang manajer) dan Jenny( seorang bintang yang tengah meroket populitasnya) terperangkap dengan loyalitas pekerjaan, Aline bertaruh nyawa untuk melindungi klien yang ternyata memiliki bisnis sampingan dan menjadi target penyelidikan. Dalam kekisruhan tersebut Aline berkenalan dengan Kevin, seorang private investigation. Dari sini pola (atau ciri khas?) penulis terasa terulang, tokoh wanita dalam karya-karyanya cenderung memiliki 2 penggemar dalam urusan romansa ^_^.

Rendahnya kepercayaan masyarakat atas kekuatan supremasi hukum di Indonesia tertuang dalam kisah ini. Bagaimana Teddy dan Jenny justru memilih menyewa bodyguard yang bertarif mahal, ketimbang meminta perlindungan aparat keamanan.

Jika boleh membandingkan, dari beberapa novel yang pernah kubaca dan juga memuat unsur “protes” dan atau “keluhan” atas kebijakan dan kondisi Indonesia, seperti halnya Dear Bodyaguard hal itu semata-mata menyatakan keluhan. Tapi beberapa novel lain tidak demikian. Seperti Crying winter karya Mell shaliha, nada protes mereka tetap terimbangi dengan harapan untuk Indonesia yang lebih baik, nasionalisme dan kebanggaan terhadap Indonesia masih bisa terasa. Pun dalam novel Fortune cookies terbitan Gagas (maaf lupa penulisnya) yang justru dengan berani memunculkan kota imajiner berdampingan dengan Jakarta, dimana kota imajiner tersebut menawarkan solusi untuk beragam “kekusutan” di Jakarta.

Tapi seperti karya-karya sebelumnya pula, penulis cenderung menawarkan sesuatu yang baru dalam setiap karyanya. Profesi pengawal wanita dan detektif swasta. Sebuah perpaduan yang romantic menurut saya ^_^.

Mungkin karena bertajuk Bodyguard, maka profesi pengawal wanita lebih terekspos dengan detail. Sementara untuk bagian sang detektif swasta, di beberapa bab berbeda, penjelasan yang sama masih terus terulang. Meski dijelaskan detektif swasta ini tidak melulu mengurusi masalah perselingkuhan seperti yang dibayangkan masyarakat umum, tapi juga masalah-masalah besar dan disewa oleh orang “penting” pula, yang tertangkap oleh saya justru sebaliknya ya. Progress si detektif swasta ini terasa biasa-biasa saja. Detil spy dan mengorek informasi nya kurang greget dibandingkan kecakapan Dean sebagai hacker di PNG.

Pun demikian Dear bodyguard bagiku, salah satu karya penulis yang kujatuhi cinta ^_^. Tidak melulu berbicara tentang romansa, tapi memuat nilai-nilai kehidupan dalam jalinan kisah luar biasa dengan beragam latar belakang tokoh-tokohnya.

Dan entah mengapa hati saya ikut membuncah bahagia tatkala membaca kalimat singkat Aline “sepertinya, kita masih punya peluang….”


Akhirnya, saya hanya bisa merekomendasikan buku ini bagi anda yang menyukai bacaan-bacaan bermutu…*_^.


View all my reviews
Tag : ,

A Miracle Of Touch : Sebuah rasa "Amore" yang santun




 Judul      : Miracle Of Touch
Penulis    : Riawani elyta
Penerbit  : GPU
Tebal      : 240 hlm
ISBN     : 978-979-22-9949-6
Sinopsis buku:

Untuk alasan dan kepentingan masing-masing, Ravey dan Talitha memutuskan untuk menikah. Pernikahan yang sarat perbedaan dan tak sedikit pun diselipi rasa cinta membuat rumah tangga mereka seakan berjalan di atas bara api. Posisi Talitha makin terjepit saat ibunda Ravey menantangnya untuk membuktikan bahwa pernikahan mereka dapat mengubah karakter buruk Ravey.

Pengakuan dari seorang wanita bernama Mary Anne bahwa ia tengah mengandung anak Ravey kian memperuncing persoalan. Belum lagi semua persoalan ini terurai, kecelakaan menimpa Ravey. Kecelakaan yang dicurigai justru ditujukan untuk menyingkirkan Talitha.

Berhasilkah Ravey dan Talitha melalui semua kemelut itu? Siapakah sebenarnya dalang di balik kecelakaan yang menimpa Ravey?

====================================================================

“ Pernikahan yang diawali niat baik, agar dalam perjalanannya kelak juga akan diisi oleh banyak kebaikan hingga berakhir hanya oleh kehendak takdir. Jika ada pernikahan yang berakhir sebelum takdir menjemput, maka seringnya itu adalah pernikahan yang lebih dikuasai ego daripada kasih sayang.”
(hal 210)


Seberapa sering kita mendengar kasus perceraian belakangan ini? Bagi saya, sangat sering sekali. Entah disebabkan para selebritis tanah air yang menjadikan kawin-cerai laksana sebuah trend atau memang di zaman ini sebuah pernikahan tidak lagi bernilai ibadah dan sakral.

Seyogyanya rumah tangga, tak mungkin selalu aman dari terjangan angin-angin nakal. Entah sekedar menampar lembut atau bahkan angin yang sanggup memporak-porandakan bahtera kehidupan. Apapun itu, perceraian seharusnya adalah jalan keluar terakhir yang bisa dipilih. Biasanya keputusan final mengenai “permasalahan” rumah tangga itu terkait erat dengan niat/tujuan awal pernikahan itu sendiri.

A Miracle Of Touch (AMOT),  mengisahkan Talitha dan Ravey  yang memutuskan menikah untuk alasan dan kepentingan masing-masing. Talitha, demi mendapatkan kembali izin kerja dan Ravey, demi menghindari gadis pilihan ibunya dimana pernikahan adalah tiketnya untuk terus menjadi penerus perusahaan keluarga Malhotra.

Dengan penggarapan setting Singapore yang kental, pembaca tidak hanya  diajak untuk menilik sudut demi sudut Negara tersebut. Tapi, pembaca juga disuguhi “cara hidup” dan kebijakan negera setempat. Kehadiran keluarga Ravey yang berkebangsaan Hindi lengkap dengan adat istiadat dan beberapa percakapan dalam bahasa Hindi semakin membuat novel ini terasa unik. Begitu pula dengan profesi Talitha yang tidak umum, dietician. Membaca novel ini seperti mendapat bonus: konsultasi gizi dan pengaturan pola makan gratis ^_^.

Akupun jatuh cinta pada karakter Talitha yang kuat, tegas, dan rasional. Dalam kehidupan perkawaninan, seringkali wanita diposisikan sebagai pihak lemah lembut yang cenderung “nrimo” dengan apapun yang terjadi dan dibebankan atas dirinya. Talitha bagiku, mewakili sosok istri yang santun tapi juga berprinsip. Memposisikan diri sebagai istri yang siap melayani suami tanpa merendahkan dirinya sendiri. Tidak hanya mendengar tapi mampu mengemukakan pendapat dan urun solusi dalam pemecahan sebuah konflik bersama.

Menilik prolog novel ini, aku berekspektasi akan disuguhi sebuah novel romantic-suspence yang menegangkan sekaligus rasa “amore” santun khas Riawani Elyta.
Bagian terakhir jelas terpenuhi, Riawani Elyta berhasil mengharmonikan rangkaian katanya menjadi debar-debar hangat di relung hati pembacanya tanpa satupun adegan vulgar. Dimana penulis lain dalam genre serupa jelas memilih setidaknya kissing lips.

But for my first expectation , I’m sory to say this: it feels very flat. Rasanya seperti ada potongan puzzle yang tidak lengkap. Misteri kecelakaan yang menimpa Ravey, teror yang ditujukan pada Talitha, juga kehadiran Marri Ane harusnya menjadi potongan misteri yang mampu  memanipulasi pembaca dan menimbulkan ketegangan yang diakhiri dengan kenyataan mengenai Laksmi Malhotra.

Lepas dari itu semua, novel ini sangat pas dengan tajuk “pemenang berbakat lomba novel AMORE”. Rasa “Amore” yang santun juga pesan-pesan tersurat maupun tersirat mengenai pernikahan menjadikan novel ini sebuah novel yang sangat layak baca. 

Good job mba Riawani….^_^

Tag : ,

Perjalanan Hati : Menapaki jejak rasa


Judul                     : Perjalanan Hati 
 Penulis                  : Riawani Elyta
 Editor                  : Dewi Fita
Perancang sampul   : Dwi Annisa A
Penerbit                : RakBuku
Cet I                     : 2013
Tebal                    : 194 hal. 

Review buku:

Perjalanan hati bertutur tentang Maira yang kembali melakukan backpacker ke anak gunung Krakatau ketika tiba-tiba saja sebuah “dosa” masa lalu suaminya terkuak dengan kedatangan seorang mantan kekasih suaminya dulu, Donna.

Dalam tour yang digawangi agen perjalanan milik  Ibra (adik Maira), ia pun bertemu Andri. Rekan sesama pecinta alam yang dulu ketika mereka bersama kerap dijuluki sebagai “the best couple”. Pertemuan yang sebenarnya memang sebagian tujuan dari perjalanan Maira itu.

 “…..aku sedang ingin memastikan arah hatiku, keyakinanku, bahwa pernikahanku dengan Yudha  adalah sesuatu yang memang kuinginkan dan kuimpikan, sehingga apapun rintangannya, seberat apapun itu tetap akan kuhadapi asalkan pernikahanku bisa terus bertahan” (hal 113).

Ya backpacker kali ini bukan sekedar pengobat rindu akan hobinya sebelum menikah, Maira lebih  ingin memastikan arah hatinya sendiri. Mempertahankan rumah tangganya dengan segala rintangannya ataukah hatinya justru masih lebih condong pada sosok Andri. Sosok yang dulu begitu diharapkannya, namun tak pernah bersikap serius terhadap hubungan mereka.

Di perjalanan itu pula Maira mendengar, hal yang dulu begitu ingin didengarnya dari Andri.
“Sayangnya, aku terlambat menyadari, bahwa perasaanku padamu, itu sesuatu yang serius” (hal 71)

Maka, kemanakah hati Maira merasa lebih condong? Bagaimana pula sikap Yudha ketika menyadari Maira ternyata melakukan perjalanan bersama Andri ?? Apakah perasaan bersalah atas dosa masa lalunya membuatnya membiarkan Maira bersama dengan lelaki lain?? Dan bagaimana pula sikap Yudha terhadap Donna? Apakah rasa kasihan juga rasa bersalah membuat Yudha luluh dan mempertaruhkan keutuhan rumah tangganya bersama Maira???
----------

Sebagai penyuka genre thriller, mistery, suspect, dan sejenisnya, maka membaca genre romance terkadang menjadi bacaan berat untukku. Dan karenanya aku mengapresiasi sekali buku-buku romance yang ketika membuka halaman awalnya mampu membuatku untuk tetap membacanya bukan alih-alih segera tertidur.

Untuk genre kesukaanku, biasanya aku tak akan melewatkan satu kalimatpun di setiap halamannya. Karena dalam genre seperti ini terkadang setiap kata akan merujuk pada sebuah petunjuk penting. Akan halnya genre romance yang main streamnya itu-itu saja dan tidak berubah dari zaman baheula, maka kepiwaian penulis dalam meracik kata dan konflik akan sangat mempengaruhi prosentase skimming halaman demi halaman dalam buku tersebut.

Perjalanan hati,  salah satu genre romance besutan Riawani Elyta, yang juga merupakan buku kedua yang kuselesaikan setelah beberapa waktu lalu membaca Hati memilih.

Jika menilik kecepatan membacaku kali ini yang juga tanpa skimming satu halamanpun tampaknya tulisan romance ala Riawani Elyta kali ini sudah mengalami kemajuan ya (ehem, tentu aja menurut versiku lho… ^_^).

Dengan diksi yang sederhana, untaian kata RE berhasil memikat pembaca.  Rasanya saya bisa membayangkan sosok dan karakter masing-masing tokoh juga merasakan apa-apa yang mereka rasakan.

Mungkin RE sengaja lebih memfokuskan novel ini pada dilema yang harus dituntaskan oleh hati Maira ya? Karena bagi saya di pihak Yudha sendiri, konflik hatinya kurang terasa. Donna itu terlalu “lempeng” sebagai seorang mantan dengan apa-apa yang sudah terjadi di antara mereka. Yudha tampaknya tidak melakukan pergulatan batin yang cukup “dalam”. Di dunia nyata langka deh perempuan seperti Donna ^_^.

Dan mungkin karena saya “merasa” mengenal penulis secara pribadi, saya sedikit berekspektasi bahwa karya-karya yang dihasilkan RE akan memuat sebuah “nilai” lebih. Tidak sekedar nikmat dibaca tapi tetap bernilai dakwah.

Eh maksud saya begini, saya suka novel ini. Saya suka pesan yang ingin disampaikan penulis. Saya menuai hikmah dari apa yang saya baca: keutuhan rumah tangga itu harus diperjuangkan kedua belah pihak, keterbukaan antar pasangan itu penting, membiarkan pasangan lebih mengenal kita itu perlu, memaafkan dan menerima masa lalu pasangan sebagai bagian dari komitmen pernikahan itu sebuah hal yang luar biasa, dan seterusnya. Hanya saja saya berharap lebih.

Novel ini yang sudah keren dengan semua alur, konflik, diksi dan sebagainya mungkin akan lebih keren jika RE menyelipkan pesan “keberagamaan” sesuai yang dianutnya. Lihat saja perjalanan panjang Maira selama backpacker, pernahkah ia sholat?
 
Mungkin RE sengaja menyetingnya demikian agar novel ini bisa diterima semua kalangan. Atau memang Maira ingin ditampilkan sebagai sosok yang tidak terlalu religius. Tapi sebagai orang yang berniat menyebarkan manfaat lewat tulisan saya rasa tak ada salahnya mengingatkan kewajiban sholat bagi para backpacker. Dan itu sangat mungkin dilakukan oleh tokoh Maira jika saja penulis menginginkannya.

Saya juga tergelitik dengan sebuah kalimat:
 “….dosa-dosa elo masih segambreng buat dikikis satu-satu kalo Cuma ngandelin sholat doang”. (hal 59)

Secara keseluruhan cerita saya sangat memahami konteks kalimat tersebut. Tapi pemilihan kata itu tetap menggelitik hati kecil saya. Bagaimanapun sholat itu adalah tiangnya agama. Dan setiap dosa itu seperti yang juga terselip dalam novel ini adalah hak prerogatif Allah untuk mengampuni ataukah menghukum pelakunya.

Sebenarnya karena menilik pribadi penulis yang memang santun dan sholehah (insyaallah) itulah saya berekspektasi bahwa melalui karya-karyanya yang diminati beragam pasar, penulis bisa mengingatkan kewajiban umat tentang ibadah sholat yang sekarang tampaknya sudah demikian mudah diabaikan oleh pemeluknya. Tidak perlu dengan karya yang memang berlabel “islami” tapi justru dalam beragam genre yang memang dikuasai dengan baik oleh penulisnya.

Dan, mungkin saya agak sukar menyampaikan harapan-harapan saya ini. Tapi saya berharap semoga penulis bisa menangkap maksud saya dan sudi memaafkan sedikit kelancangan saya ini.

Akhirnya, semoga mbak Lyta bisa terus menghasilkan karya-karya yang semakin mencerahkan pembaca ke depannya.
==================================
Meski tulisan ini saya tujukan khusus untuk  mba Lyta, tapi rasanya gak salah jika sekalian meramaikan event beliau:




- Copyright © Sara's Talk - Skyblue - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -