Sungguh membuat terkejut, ketika
seorang kawan tiba-tiba berpamitan beberapa waktu lalu. Ia terpaksa memutuskan
kembali ke Jawa, tanah kelahirannya.
Apa pasal?
Ternyata, Kalimantan Timur yang
sebagian besarnya merupakan daerah industri menyebabkan polutan dan persediaan
airnya pun mengandung zat besi tinggi. Kondisi ini disinyalir memperburuk
kondisi anaknya yang menderita autis.
Jujur saja, sebagai orang yang lahir,
dan tumbuh besar di Kalimantan saya sendiri terkaget-kaget ketika menengarai
fakta tersebut. Sewaktu kecil, saya terbiasa melihat jernihnya aliran
sungai-sungai kecil di sekitar pemukiman yang masih rimbun dengan hutan dan
belukar. Sungai-sungai kecil yang bermuara di sungai Kandilo dan terus lagi ke
hulu sungai Mahakam.
Saat
itu tak pernah sedikitpun terbersit di benak saya bahwa ketersediaan air layak
minum di dunia hanya kurang dari 1%. Sebagaimana pernyataan seorang ahli
hidrogeologis, Prof Dr. Sari Bahagiarti, “jumlah air tawar di bumi hanya 4%, dengan hanya kurang 1% air yang bisa dikonsumsi.”
Ketika mengamati betapa tercemarnya air
sungai dan air tanah di daerahku, mau tak mau aku terpaksa mempercayai hasil peneitian
tersebut. Jika di daerah saja kondisi air sudah sangat memprihatinkan tentunya
di daerah perkotaan kondisi air tanah sudah lebih buruk lagi.
Kepindahan kawan tadi, tentu membuatku
was-was dan segera mungkin mengeavaluasi penggunaan air yang dikonsumsi keluargaku. Terlebih saat ini dengan 3 anak yang masih kecil dan rutin mengkomsumsi air putih.
Menilik Permenkes
No.492/MENKES/PER/IV/2010 tentang persyaratan kualitas air minum, dalam salah
satu pasalnya disebutkan bahwa “air minum aman bagi kesehatan apabila memenuhi
persyaratan fisika, mikrobiologis, kimiawi, dan radioaktif yang dimuat dalam
parameter wajib dan parameter tambahan.” [sumber]
sewaktu
aku kecil, ketimbang menggunakan air PDAM , ayahku lebih memilih membuat sumur
tanah. Sumur yang kedalamannya belasan meter itu berair bersih dan jernih.
Dari informasi yang kudapat air sumur
pada umumnya lebih bersih ketimbang air permukaan, karena air yang merembes ke
dalam tanah telah difiltrasi oleh lapisan tanah yang dilewatinya.[sumber]. Namun, air yang bersih secara kasat mata itu tidak berarti sepenuhnya
bebas dari kontaminasi bakteri. Dan lagi sayang sekali di musim kemarau, sumur
tersebut terancam kekeringan.
Beberapa waktu belakangan, keluargaku
pun tertarik membuat sumur bor. Katanya sumur bor ini bisa menjadi pilihan yang tepat sebagai
sumber air untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Sumur bor menggunakan air
tanah yang masih alami, sehingga steril dari zat-zat kimia apapun. Meski
mengandung sejumlah bakteri-bakteri, hal
tersebut bisa diatasi dengan merebus air sumur bor tersebut hingga mendidih.
Sayangnya, tetangga yang sudah mencoba membuat sumur bor menemukan bahwa air tanah yang didapat dari
hasil sumur bor tersebut mengandung senyawa besi tinggi, warnanya merah
kekuningan, baunya lebih dari bau besi karat, nyaris menyerupai bau telur busuk. Tentu masih memungkinkan digunakan dengan metode aerasi atau pun proses penyaringan air yang sayangnya sangat tidak praktis dilakukan dalam skala rumah tangga.
|
|
Alternatif lain untuk sumber air tentu mau tak mau, suka tak suka adalah menggunakan air PDAM. Mmmm….air ini tentu sudah mahfum keluhannya tak jauh-jauh
dari aroma kaporitnya yang menyengat. Setahuku dosis aman untuk penggunaan
kaporit sebagai penjernih air adalah 0,2 ppm. Namun karena kondisi jaringan PDAM
yang belum memadai, dan agar air PDAM bisa menjangkau tempat yang cukup jauh
bisa jadi kadar kaporitnya lebih tinggi dari itu. Kadar kaporit yang tinggi bisa
menyebabkan iritasi kulit dan jika dikonsumsi bisa jadi pemicu kanker [sumber].
Untuk penggunaan sehari-hari seperti
memasak, mencuci, dan mandi kami harus mengendapkan air PDAM berkaporit
tersebut selama beberapa hari. Untuk air minum pun kami seringnya masih mengandalkan
air minum isi ulang dari depot-depot air minum. Sampai keluarga kami mendengar
berita negatif tentang kualitas air isi ulang tersebut baik melalui televisi maupun hasil searching internet di berbagai blog dan web.
Institut Pertanian Bogor (IPB) serta Badan
Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Departemen Kesehatan telah mempublikasikan
hasil penelitian mereka terhadap depot-depot air minum isi ulang yang hasilnya,
air minum isi ulang diketahui tercemar bakteri patogen seperti coliform, bahkan
ada yang terkontaminasi logam berat kadmium. Belum lagi proses pencucian galon
bekas sebelum diisi kembali diyakini juga menyumbangkan paling tidak 5% dari
total bakteri yang terkandung dalam air isi ulang yang siap minum. Mutu dari air minum isi ulang itu pun diyakini hanya mampu bertahan 1X24
jam sejak air tersebut keluar dari tabung steril agen air minum isi ulang.
Penelitian tersebut memang dilakukan pada
sejumlah depot isi ulang di daerah Jawa, tapi tentu kekhawatiran saya sangat
beralasan, mengingat harga air isi ulang di daerah kami juga sangat murah.
Akhirnya, mau tak mau kami kembali ke cara tradisional yakni memasak air hingga
mendidih untuk menjadikan air PDAM tersebut layak minum.
Namun, seiring meningkatnya konsumsi
air minum dirumah, juga intensitas kesibukan yang padat. Maka proses memasak
air untuk memenuhi kuota minum seluruh anggota keluarga terasa sangat
memberatkan.
Adalah ibuku, yang memperkenalkan
teknologi Pure it dari Unilever. Sebuah water purifier yang didesain untuk
keluarga dengan teknologi canggih yang dapat menghasilkan air minum yang aman
untuk dikonsumsi dengan cara praktis tanpa menggunakan gas dan listrik.
Dari berbagai informasi di blog dan web yang bertebaran di internet saya mengetahui bahwa Pureit menggunakan teknologi canggih
Perangkat Pembunuh Kuman yang memastikan perlindungan menyeluruh terhadap kuman
dan virus berbahaya yang bisa menyebabkan penyakit.
Air tanah/PDAM belum dimasak yang
dituangkan ke dalam PureIt akan melewati 4 tahapan pemurnian air yang unik.
·
Tahap 1:
Saringan Serat Mikro , yang akan menghilangkan semua kotoran yang terlihat
·
Tahap 2:
Filter Karbon Aktif, akan menghilangkan
pestisida dan parasit berbahaya
·
Tahap 3:
Prosesor Pembunuh Kuman, akan menghilangkan bakteri dan virus berbahaya dalam
air
·
Tahap 4:
Penjernih, akan menghasilkan air yang
jernih, tidak berbau, dengan rasa yang alami
Komponen 2-3-4, dalam satu rangkaian disebut
Germkill Kit, yang harus diganti setelah memurnikan 1500 liter air.
Keempat tahapan pemurni air ini ternyata sesuai
dengan parameter air minum yang layak konsumsi sesuai intruksi permenkes No 492
tahun 2010:
Parameter fisik yang harus dipenuhi
pada air minum yaitu harus jernih, tidak berbau, tidak berasa dan tidak
berwarna.
Parameter kimiawi menyebutkan bahan air
minum tidak boleh mengandung partikel terlarut dalam jumlah tinggi serta logam
berat ataupun zat beracun seperti senyawa hidrokarbon dan detergen.
Parameter Mikrobiologis yakni bebasnya
air minum dari berbagai bakteri patogen.
Bahkan kinerja Pureit pun telah memenuhi kriteria pembunuh kuman
terketat dari Environmental Protection Agency, Amerika Serikat.
Meski menggunakan teknologi pembunuh kuman
terprogram, dimana sejumlah zat pembunuh kuman yang terkontrol ditambahkan ke
dalam air, teknologi ini tetap menghasilkan air yang aman untuk dikonsumsi
karena air akan melewati bagian penjernih yang menyerap dan menghilangkan semua
zat pembunuh kuman yang ada di air, dan mengembalikan air ke keadaan yang alami,
jernih dan segar.
Didesain untuk memurnikan 1500 liter air atau
setara dengan 80 galon air, Pureit bisa menghasilkan air layak konsumsi untuk
keluarga selama 6-8 bulan sebelum harus mengganti perangkat pembunuh kuman yang
baru.
Jelas teknologi pemurni air Pureit ini merupakan
sebuah terobosan yang sangat membantu tersedianya air layak konsumsi di
rumah-rumah dengan cara yang sangat praktis dan nyaman.
Bersama Pure it mari kita sediakan air minum yang layak dikonsumsi bagi keluarga kita!!!
==============