Setiap manusia pasti pernah mengalami titik terendah dalam hidupnya, dan tak jarang keputusasaan menghampiri. Sebagian orang berpikir, mengakhiri hidup adalah cara termudah keluar dari kemelut masalah.
Begitulah yang pernah dialami oleh Peter Coghlan. Di usia 21 tahun ia dikeluarkan dari angkatan Darat karena diagnosa kanker paru-paru. Setelah menjalani serangkaian pengobatan ia berhasil mengalahkan kankernya dan memulai karir baru sebagai tukang batu di Australia.
11 tahun menjadi tukang batu, di usianya yang ke-34, Peter mengalami kecelakaan kerja. Ia terjatuh dan kepalanya terbentur lempengan beton hingga mengalami cedera batang otak.
Kali ini ia didiagnosa Locked-in Syndrome. Peter lumpuh total hanya bisa menggerakkan matanya sebagai isyarat.
Pada titik terendahnya di rumah sakit, Peter sampai pada kesimpulan bahwa dia telah menjadi manusia lumpuh selama sisa hidupnya. Ia hanya bisa mengedipkan mata pada huruf-huruf alphabet untuk berkomunikasi kepada ibunya.
Dalam keputusasaannya, ia berkata melalui huruf-huruf alphabet, "Ibu aku ingin mati. Tolong bunuh aku."
Sang ibu menghela nafas, menyembunyikan kesedihannya dan dengan tegar berkata, 'Bertahanlah dan berusahalah sekuatmu. Jika kamu masih ingin mati dalam waktu tiga bulan maka aku akan membantumu entah bagaimana caranya."
Perkataan sang ibu, dengan ajaib membakar semangat Peter. Selama 6 bulan ia membangun kekuatannya kembali sedikit demi sedikit. Menggerakan jari, tangan, lengan, dan kakinya. Hingga setelah enam bulan yang melelahkan ia berhasil menendang bantal dari tempat tidurnya.
Berlahan, Peter belajar berjalan kembali. Ia kini penuh tekad untuk kembali pulih. Dan perjuangannya membuahkan hasil, ia berhasil sehat kembali dan kini menjadi penjaga bagi orang cacat.
80% dari korban sindrom terkunci bertahan dengan kondisinya, mereka tetap dalam kondisi vegetatif yang persisten. Pulihnya kondisi Peter memberi harapan pada medis untuk kepulihan pasien-pasien serupa lainnya.
Peter kemudian menulis sebuah buku "In The Blink Of An Eye: Reborn." Ia membagikan pengalamannya dan berharap bisa menyemangati orang-orang yang putus asa dalam kondisi yang pernah dialaminya dulu.
Masa-masa tersulit yang bisa dilalui akan menjadi pelajaran berharga dan mengantarkan kita pada 'kesuksesan' yang besar.
Jika Peter sudah membuktikannya, maka tentu hal serupa juga bisa dilakukan oleh orang-orang lainnya. Kita hanya perlu menguatkan tekad dan mengalahkan ketakutan terbesar yang seringnya datang dari diri sendiri.
-----
Sungguh, tidaklah Allah membebani hamba, kecuali dengan suatu beban yang mampu ditanggungnya. Saat ujian dan cobaan mendatangimu, ingatlah janji Allah bahwa setiap kesulitan pasti diiringi kemudahan.
Berimanlah atas setiap taqdir baik buruk, dan jalanilah kehidupan ini dengan satu-satunya tujuan kita diciptakan ke dunia, 'Beribadah hanya kepada-Nya'.
Bersyukurlah di saat lapang, bersabarlah di saat sulit. Niscaya semua kondisi yang menimpa seorang mukmin akan menjadi kebaikan yang berpulang bagi diri kita sendiri.