Posted by : Sara Amijaya
Friday 7 February 2014
Awalnya aku mendengar nama
stiletto karena banyak teman di grup kepenulisan yang kuikuti mencoba
mengirimkan naskah ke stiletto. Ada yang lolos dan sudah diterbitkan, ada pula
yang belum beruntung.
Rasanya Stiletto saat ini masih menjadi
satu-satunya penerbit yang khusus menerbitkan buku-buku perempuan. Sebuah
branding yang bagus menurutku. Jadi ketika para perempuan Indonesia hendak
mencari buku-buku bertema perempuan, maka yang terlintas dibenak mereka pertama
kali adalah Stiletto.
Karena penasaran dengan branding
tersebut aku jadi ingin mencicip rasa stiletto, Maka jadilah beberapa waktu
lalu, aku memesan 3 buah buku terbitan stiletto. The Marriage roller coaster,
Geek in high heels, and Last Rommate. Pemesananya mudah dan gak pake ama bukunya nyampe.
Karena aku memilih buku tersebut
secara acak saja, aku memang tak berekpektasi apa-apa ketika membaca buku
tersebut selain bahwa aku akan menemukan girl power yang katanya memang menjadi
ruh buku-buku terbitan stiletto.
Dan harus kuakui dari membaca
ketiga buku tersebut aku menemukan rasa yang berbeda-beda.
The Marriage roller Coaster: aku
suka buku ini. Rasanya dengan menerbitkan TMRC stiletto telah membantu
mencerahkan para perempuan Indonesia. Buku ini memenuhi 3 kriteria dasar dalam
penilaian subyektifku : ringan, menghibur, dan ada pesan positif yang
tersampaikan.
Perasaan tersebut sedikit
berkurang saat membaca GIHH. Buku ini memenuhi 2 kriteriaku: ringan dan
menghibur. Tapi pesan yang disampaikannya masih terasa dangkal.
Dan entah mengapa (maafkan aku)
perasaanku terjun bebas ketika membaca Last Rommate. LR ini sebenarnya asyik
dibaca, ada nilai-nilai positifnya juga, tentang bagaimana kita merasa nyaman
dengan diri kita sendiri. Sayangnya premis inilah yang dijadikan pelegalan
untuk sebuah hubungan yang “menyimpang”, dalama hal ini hubungan sesame jenis
(lesbian). Dan buku ini terlalu asyik dibaca, penyampaiannya smooth sekali
hingga diakhir buku pembaca akan seolah terhipnotis dan menarik kesimpulan
bahwa hubungan”menyimpang” tersebut sah-sah saja dan seharusnya bisa diterima.
Saya memandangnya sebagai Sebuah buku ringan dengan misi berbahaya.
Jadi, saya menyempatkan menulis
surat ini karena besar harapan saya bahwa stiletto dengan branding “penerbit
buku perempuan”-nya akan benar-benar bisa tumbuh berkembang menjadi penerbit
besar yang memberi kontribusi positif bagi perempuan Indonesia yakni dengan
menerbitkan bacaan-bacaan yang tidak sekedar menghibur tapi mampu mencerahkan
dan meluruskan “kebengkokan” para perempuan.
Akhirnya, terima kasih telah
membaca surat ini dan maafkan aku jika ada kata yang tak berkenan. Bagaimanapun
aku masih mencandu untuk mencicip lebih banyak lagi buku-buku terbitan
stiletto.
With love,
Sarah