Setiap memasuki akhir Desember, pro kontra ucapan selamat kepada umat Kristiani kembali bergaung dan tak jarang menimbulkan keretakan.
Referensi pihak ketiga
Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal, Msc melalui laman Rumaysho.com menjelaskan bahwa prinsip toleransi 'keliru' yang kini diyakini sebagian muslim berasal dari kafir Quraisy di mana mereka pernah berkata pada Nabi kita Muhammad,
“Wahai Muhammad, bagaimana kalau kami beribadah kepada Tuhanmu dan kalian (muslim) juga beribadah kepada Tuhan kami. Kita bertoleransi dalam segala permasalahan agama kita. Apabila ada sebagaian dari ajaran agamamu yang lebih baik (menurut kami) dari tuntunan agama kami, kami akan amalkan hal itu. Sebaliknya, apabila ada dari ajaran kami yang lebih baik dari tuntunan agamamu, engkau juga harus mengamalkannya.” (Tafsir Al Qurthubi, 14: 425).
Itulah yang terjadi kini, di saat non muslim mengucapkan selamat Idul Fitri, mereka pun balik membalas mengucapkan selamat untuk perayaan hari besar mereka. Padahal Islam adalah agama yang telah mengajarkan segala hal dalam seluruh aspek kehidupan termasuk cara bertoleransi kepada non muslim.
Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal kemudian menyebutkan bentuk toleransi yang diajarkan Islam, yaitu:
1. Islam mengajarkan menolong siapa pun.
Nabi Muhammad dan para sahabatnya telah banyak memberikan teladan dalam hal berbuat baik kepada siapapun, baik orang miskin maupun orang yang sakit tanpa melihat apa agamanya.
2. Tetap menjalin hubungan kerabat pada orang tua atau saudara non muslim.
Lihat contohnya pada Asma’ binti Abi Bakr radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, “Ibuku pernah mendatangiku di masa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam keadaan membenci Islam. Aku pun bertanya pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk tetap jalin hubungan baik dengannya. Beliau menjawab, “Iya, boleh.”
3. Boleh memberi hadiah pada non muslim.
Memberi hadiah akan menimbulkan kasih sayang. Hal ini tidak terbatas pada sesama muslim saja, namun juga berlaku pada non muslim. Lebih-lebih lagi untuk membuat mereka tertarik pada Islam, atau ingin mendakwahi mereka, atau ingin agar mereka tidak menyakiti kaum muslimin.
Terkait perayaan hari besar agama lain, Islam mengajarkan kita bertoleransi dengan cara membiarkan ibadah dan perayaan non muslim, tidak melarang atau mengganggu namun tidak pula memeriahkan atau mengucapkan selamat.
Karena Islam mengajarkan prinsip,
لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ
“Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku”. (QS. Al Kafirun: 6).
لَنَا أَعْمَالُنَا وَلَكُمْ أَعْمَالُكُمْ
“Bagi kami amal-amal kami dan bagimu amal-amalmu.” (QS. Al Qashshash: 55)
Ibnu Jarir Ath Thobari menjelaskan mengenai ‘lakum diinukum wa liya diin’,
“Bagi kalian agama kalian, jangan kalian tinggalkan selamanya karena itulah akhir hidup yang kalian pilih dan kalian sulit melepaskannya, begitu pula kalian akan mati dalam di atas agama tersebut. Sedangkan untukku yang kuanut. Aku pun tidak meninggalkan agamaku selamanya. Karena sejak dahulu sudah diketahui bahwa aku tidak akan berpindah ke agama selain itu.” (Tafsir Ath Thobari, 14: 425).
Nah, toleransi beragama seharusnya bisa berjalan baik tanpa harus mencampurkan urusan aqidah masing-masing. Karena sebagai muslim, keimanan bukan hanya soal urusan hati tapi juga, ucapan lisan dan amalan badan.
Semoga Allah senantiasa memberi kita hidayah dan istiqomah dalam kebenaran.
---
Sumber Referensi:
rumaysho.com/5673-toleransi-dalam-islam.html