Tiba-tiba, suamiku bertanya "dek, si x (menyebut nama salah seorang juniornya di kampus dulu) dulu barengan kamu ya LK II-nya?"
"Heeh, kenapa?" jawabku pendek.
"pernah pdkt sama kamu ya?" tanyanya lagi.
"Hmmmm, kirain nggak tau" jawabku cengar-cengir, tapi tumben si ayank mukanya serius banget.
"Dia, salah satu dari orang yang abang iriin."
Nah, itu kabar baru buatku. suamiku iri sama orang yang konon, dulu kala di zaman bahula, diduganya pernah pdkt padaku.
"why?" tanyaku pendek.
Alih-alih menjawab, ia menyodorkan smartphonenya ke hadapanku.
Mendapati profile si x di akun facebooknya, awalnya aku bingung, apanya yang diiriin. We are not type people who care about how rich some others.
Belakangan aku baru ngeh, si x ternyata sudah berhasil membangun sebuah pesantren modern. Nah, itu baru sesuatu yang pantas diiriin.
Iri itu konon baik, jika objeknya sesuatu yang berorientasi pada akhirat. Iri yang model begini, adalah iri yang dianjurkan. This feeling can make us, use our best effort to be better. Nggak mesti with same way lah. Beramal saja sesuai kemampuan masing-masing, yang pasti rasa iri itu bisa menjadi pelecut untuk kita semakin giat menambah pundi-pundi bekal menuju kampung akhirat.
"So, dia dulu tanya apa aja ke kamu?" jiaaaah......interogasinya masih berlanjut ternyata.....
|
No matter what, Our love is a story... |