Empat puluh hari berlalu sejak ketiadaan
kakek kami. Kai' begitu aku menyebutnya. Aku dan kakakku adalah dua cucu
pertama, Yang berarti kami telah menghabiskan waktu lebih lama dan banyak
bersama kai' ketimbang adik-adik lainnya.
Mungkin hanya kami berdua yang
sempat menikmati jalan-jalan sore dengan sepeda onthel tua milik kai'. Dan
hanya kami yang sebelum tidur terbiasa mendengar dongeng pengantar tidur
dari nenek. Namun ketika kami mulai beranjak abg, adik-adik dan juga
sepupu-sepupu kami terus bertambah hingga kini semua cucu kai' berjumlah 20
orang.
So…Jangan harap deh mereka akan merasai
jalan-jalan sore dengan kai' ataupun tertidur dalam serunya dongeng
pengantar tidur. Jadi sepertinya hanya kami yang mendapat keistimewaan di
waktu kecil hohoho (tolong para adik dan sepupu jangan protes ya).
Pun demikian kasih sayang kai' dan nenek
tidak berkurang hanya saja harus dibagi rata dengan banyaknya cucu-cucu
tersebut. Dan sakitnya kai' yang berujung kepergian beliau jelas menimbulkan
tangis dan duka di hati kami semua. Tak lagi terdengar omelan dan kecerewetan beliau
yang biasanya selalu menemani hari-hari para cucu.
Jelas ada yang terasa hilang dan tak biasa.
Begitulah, kadang kita lebih menghargai keberadaan seseorang setelah
ketiadaannya. Bagaimana dulu terasa begitu menyebalkan jika kai’ selalu
mengingatkan ini itu yang pada dasarnya merupakan bentuk sayang dan perhatiannya.
Dan kini betapa kami semua merindukan “kecerewetan” beliau.
Dan diantara semua kerabat, entah anak,
menantu, keponakan, dan cucu hingga cicit, nenek adalah orang yang paling
merasai ketiadaan beliau. Wajar saja nenekkan istri beliau ya. Nenekku itu….hmmmm
bagaimana ya menggambarkannya.
Nenekku itu tipe istri romantis yang
begitu care sama suaminya, ya kai’-ku itu. Dari muda hingga sepuhnya kamar
beliau selalu terhias dengan aneka bunga dan sprei wangi layaknya pengantin
baru. Nenekku itu tipe istri yang gak akan makan sebelum suaminya datang dan
kemudian makan bersamanya. Nenekku itu istri yang selalu mengalah dan tidak
bersuara keras pada suaminya.
 |
My beloved grandpa n grandma |
Hari yang paling mengahrubirukan hatiku
adalah saat ketika kami pulang mengantar jenazah Kai’. Setibanya di kamar, nenek
membaringkan tubuhnya dan mengelus lembut tempat pembaringan kai’.
“aku sudah mengantarmu pulang, dan aku kini
sendiri. Tapi aku tidak menangis seperti pesanmu” ujarnya lamat-lamat. Aku dan
seorang acil(tante) yang kebetulan menemaninya segera beranjak mendekat dan
menggenggam tangan beliau.
Nenek tertawa-tawa dan menceritakan beragam kenangan
ketika masih bersama kai’. Kata-katanya menggambarkan perasaannya yang mendalam
dan aku tahu, suaranya sarat dengan cinta. Meski nenek menceritakannya dengan
penuh senyum, entah mengapa aku dan acil secara serentak menyusut air mata yang
tanpa permisi mengalir begitu saja.
Kini empat puluh hari berlalu sejak kepergian
kai’. Semua keluarga telah beraktivitas seperti biasa. Sosok kai’ hanya terus
hidup dalam kenangan dan doa-doa kami. Tapi tidak begitu dengan nenek. Baginya
kepergian kai’ yang baru empat puluh hari itu telah terasa seolah
bertahun-tahun. Nenek kehilangan semangat hidupnya, seolah separuh jiwanya
pergi.
Setiap pembicaraannya selalu masih mengenang
kai’. Kai’ begini….kai’ begitu. Dan pada akhirnya sebaris kalimatnya terasa
menusuk hati kami “tahun depan aku akan menyusul kai’….”
Ah, cinta. Dibalik kesedihan tersebut rasanya
aku mengerti akan sebentuk cinta sejati. Cinta kai’ dan nenekku. Cinta yang
langgeng bahkan hingga maut memisahkan mereka.
Wish my love’s life will everlasting and find
the true happiness too….