Posted by : Sara Amijaya Wednesday 23 March 2016



Bolehkah menyalurkan zakat untuk pembangunan masjid?

Pertama,
zakat termasuk ibadah yang semua aturannya telah ditetapkan oleh syariat. Mulai dari jenis harta yang wajib dizakati, nilai minimal harta yang wajib dizakati (nishab), kapan waktu mengeluarkannya, sampai siapa yang berhak menerima zakat.

Kedua,
Allah telah menjelaskan dalam Al-Quran, semua golongan yang berhak menerima zakat. Yang berhak menerima ini telah ditetapkan, dan karena itu, tidak boleh memberikan zakat kepada selain mereka.

Allah berfirman,

إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ

Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, Para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah (sabilillah) dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan (Ibnu Sabil), sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS. At-Taubah: 60).

Ketiga,
yang menjadi sebab polemik apakah masjid berhak menerima zakat ataukah tidak, adalah kalimat fi sabilillah. Apakah pembangunan masjid termasuk fi sabilillah ataukah tidak.

Dr. Khalid Al-Musyaiqih menyebutkan perbedaan pendapat ulama tentang cakupan makna fi sabilillah,

Makna firman Allah: ‘Fi sabilillah’ diperselisihkan ulama tentang tafsirnya,

Imam Malik rahimahullah berpendapat bahwa makna ‘fi sabilillah’ adalah semua yang terkait dengan jihad secara umum (baik personel maupun senjata).

Pendapat kedua,
makna ‘fi sabilillah’ adalah orang yang berangkat jihad, sementara mereka tidak mendapat gaji tetap dari negara atau baitul mal. Ini merupakan pendapat Imam Ahmad dan Imam As-Syafii rahimahullah.

Pendapat ketiga,
makna ‘fi sabilillah’ adalah semua kegiatan kebaikan, baik itu jihad maupun yang lainnya, seperti membangun masjid, sekolah islam, memperbaiki jalan, membuat sumur, atau lainnya.

Selanjutnya Dr. Al-Musyaiqih menguatkan pendapat bahwa ‘fi sabilillah’ tidak tepat jika dimaknai semua kegiatan kebaikan untuk umat, karena 2 alasan,

Jika zakat boleh diberikan untuk semua kegiatan sosial keagamaan, seperti membangun masjid, mencetak buku, atau semacamnya, tentu akan ada banyak hak orang fakir miskin dan 6 golongan lainnya yang berkurang dan menjadi tersita

Allah telah membatasi 8 golongan yang berhak mendapat zakat. Jika kalimat ‘fi sabilillah’ dimaknai seluruh jalan kebaikan, tentu cakupannya akan sangat luas. Karena kegiatan sosial keagamaan sangat banyak. Pemaknaan yang terlalu luas semacam ini akan menghilangkan fungsi pembatasan seperti yang disebutkan di surat At-Taubah di atas.
[Sumber: http://ar.islamway.net/fatwa/38349]

Masjid Bukan fi sabilillah

Inilah pendapat jamahir ulama (hampir semua ulama). Dalam Hasyiah Ar-Raudh dinyatakan,

قال الوزير وغيره: اتفق الأئمة على أنه لا يجوز ولا يجزئ دفع الزكاة في بناء مساجد، وقناطر ونحو ذلك، ولا تكفين موتى ونحوه، وإن كان من القرب، لتعيين الزكاة لما عينت له

Al-Wazir dan lainnya mengatakan; Para ulama sepakat bahwa tidak boleh dan tidak sah memberikan zakat untuk pembangunan masjid, jembatan atau yang lainnya. Tidak boleh pula untuk biaya mengkafani mayit atau semacamnya, meskipun jenazah itu adalah kerabat. Agar zakat diberikan kepada pihak yang telah ditentukan. (Hasyiyah Ar-Raudhul Murbi’, 3/309).

Dalam Ensiklopedi Fikih juga dinyatakan,

“Para ulama berpendapat, tidak boleh menyalurkan zakat untuk semua kegiatan sosial keagamaan…, tidak boleh digunakan untuk membangun jalan, membangun masjid, jembatan, untuk membuat kanal, atau untuk membuat kincir air. Tidak boleh melebarkan zakat selain golongan yang telah ditetapkan..

(Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyah, 23/329)

Diantara alasan lain yang menguatkan pendapat, tidak boleh menyalurkan zakat untuk pembangunan masjid adalah faktor tamlik (sifat memiliki). Dan masjid tidak bisa memiliki. Sebagaimana keterangan dalam Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyah,

"Masjid tidak memiliki sifat tamlik. Karena masjid atau gedung semacamnya tidak bisa memiliki. Ini menurut ulama yang mempersyaratkan penerima zakat harus tamlik (kemampuan memiliki)." (Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyah, 23/329)

konsultasisyariah.com

- Copyright © Sara's Talk - Skyblue - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -