- Back to Home »
- renungan »
- Kematian mendadak, salah satu tanda akhir zaman
Mendengar berita kematian, seringkali membuatku tanpa sadar meraba dada sendiri, merasakan denyut sang pemompa kehidupan. Terasa lega saat masih merasakan detak ritmisnya, sekaligus takut kala waktu itu tiba sementara diri masih tak siap berbekal.
Akhir-akhir ini sering kali mendengar kabar orang mati mendadak. Pagi harinya masih saling berkirim kabar, siang hari tiba-tiba mendengar kabar kematiannya. Atau seseorang yang sedang bercengkrama bersama kita, tiba-tiba memegang dadanya dengan kesakitan, kemudian tergeletak dan tidak bangun lagi selamanya.
Berdasarkan kabar-kabari di seantero dunia, zaman ini angka kematian mendadak memang terbilang meningkat. Baik oleh serangan jantung, stroke, hingga wabah penyakit. Yang kita lupa, fenomena kematian mendadak ini merupakan salah satu tanda akhir zaman.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bersabda,
إِنَّ مِنْ أَمَارَاتِ السَّاعَةِ …أَنْ يَظْهَرَ مَوْتُ الْفَجْأَةِ
“Sesungguhnya di antara tanda-tanda hari kiamat adalah…munculnya kematian mendadak.”[1]
Bahkan kematian mendadak juga menimpa hewan.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
اُعْدُدْ سِتًّا بَيْنَ يَدَيِ السَّاعَةِ: مَوْتِيْ، ثُمَّ فَتْحُ بَيْتِ الْمَقْدِسِ، ثُمَّ مُوْتَانٌ يَأْخُذُ فِيْكُمْ كَقُعَاصِ الْغَنَمِ، ثُمَّ اسْتِفَاضَةُ الْمَالِ حَتَّى يُعْطَى الرَّجُلُ مِائَةَ دِيْنَارٍ فَيَظَلُّ سَاخِطًا، ثُمَّ فِتْنَةٌ لاَ يَبْقَى بَيْتٌ مِنَ الْعَرَبِ إِلاَّ دَخَلَتْهُ، ثُمَّ هُدْنَةٌ تَكُوْنُ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَ بَنِي اْلأَصْفَرِ، فَيَغْدِرُوْنَ فَيَأْتُوْنَكُمْ تَحْتَ ثَمَانِيْنَ غَايَةً، تَحْتَ كُلِّ غَايَةٍ اِثْنَا عَشَرَ أَلْفًا.
“Perhatikanlah enam tanda-tanda hari Kiamat: (1) wafatku, (2) penaklukan Baitul Maqdis, (3)wabah kematian (penyakit yang menyerang hewan sehingga mati mendadak) yang menyerang kalian bagaikan wabah penyakit qu’ash yang menyerang kambing, (4) melimpahnya harta hingga seseorang yang diberikan kepadanya 100 dinar, ia tidak rela menerimanya, (5) timbulnya fitnah yang tidak meninggalkan satu rumah orang Arab pun melainkan pasti memasukinya, dan (6) terjadinya perdamaian antara kalian dengan bani Asfar (bangsa Romawi), namun mereka melanggarnya dan mendatangi kalian dengan 80 kelompok besar pasukan. Setiap kelompok itu terdiri dari 12 ribu orang.” [2]
Menjelang akhir zaman, juga menyambut kematian yang pasti adanya, sudah sepantasnyalah kita menyibukkan diri mempersiapkan bekal yang berguna, alih-alih justru terlena dengan tipu daya syaitan yang memperindah segala bentuk kemaksiatan. Mana tahu, sebentar lagi kematian mendadak menjemput kita. Semoga ketika kematian datang, menjadi tempat beristirahat bagi kita dan tak menjadikannya sebentuk penyesalan abadi.
Dari ‘Aisyah bahwasanya Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda
موت الفجأة راحة للمؤمن وأخذة أسف للكافر
“Kematian mendadak adalah istirahat bagi mukmin dan penyesalan bagi orang kafir”[3]
Syaikh Abdul Aziz bin Bazrahimahullah berkata,
جاء في بعض الأحاديث ما يدل على أن موت الفجأة يكثر في آخر الزمان، وهو أخذة غضب للفاجر، وراحة للمؤمن، فقد يصاب المؤمن بموت الفجأة بسكتة أو غيرها ويكون راحة له ونعمة من الله عليه؛ لكونه قد استعد واستقام وتهيأ للموت واجتهد في الخير فيؤخذ فجأة وهو على حال طيبة على خير وعمل صالح، فيستريح من كرب الموت وتعب الموت ومشاق الموت، وقد يكون بالنسبة إلى الفاجر قد يقع هذا بالنسبة إلى الفجار وتكون تلك الأخذة أخذة غضب عليهم، فوجؤوا على شر حال.
“Pada sebagian hadits terdapat dalil mengenai kematian medadak yang akan banyak pada akhir zaman. Yaitu penyesalan bagi orang fajir dan istirahat bagi orang mukmin.Terkadang seorang mukmin tertimpa dengan kematian mendadak seketika, ini adalah bentuk istirahat dan kenikmatan dari Allah. Akan tetapi tentu saja ia sudah menyiapkan (amal shalih), istiqamah dan bersiap-siap menghadapi kematian dan bersungguh-sungguh dalam kebaikan, kemudian ia meninggal dalam keadaan baik dan melakukan amal shalih. Maka ia istirahat dari beban dunia, kelelahan dan penderitaan sakratul maut. Terkadang juga menimpa orang fajir, maka ini menjadi penyesalan baginya, meninggal mendadak dalam keadaan buruk.”[4]
Referensi:
[1] HR. Thabrani; Dhiya’ Al-Maqdisi; dihasankan oleh Syaikh Al-Albani di dalam Shahih Al-Jami, no: 5775
[2] HR. Al-Bukhari no. 3176
[3] HR. Ahmad dan Ibnu Syaibah dalam Mushannafnya